PENDAHULUAN
Sejak adanya peradaban
manusia, sejak saat itu juga komunikasi selalu menjadi bagian yang sangat
penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada awal pembahasan mengenai
komunikasi, masih berada dalam lingkup yang sederhana. Seiring dengan perkembangan
pola pikir manusia, maka para ilmuwan mulai menkaji dan mengarahkan
perjatiaanya pada bidang komunikasi.
Hal ini bermula di
wilayah Anglo Saxon yang mengintroduksi komunikasi sebagai kajian baru yang
berada dalam rumpun sosial. Ilmu yang menekuni kajian ini disebut Science of
Communication yang berkembang secara cepat pada perguruan-perguruan tinggi di
Amerika Serikat. Kajian terhadap ilmu komunikasi tidak dapat mengisolasi dari
pengaruh kajian ilmu sosial lainnya seperti, sosiologi, psikologi, antropologi,
hukum dan ilmu politik.
Menggabungkan dua
kajian ilmu yang berbeda antara ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya bukan
menjadi suatu hal yang tidak mungkin. Disamping komunikasi sangat berdampingan
dengan kehidupan manusia, pada hakikatnya setiap ilmu merupakan seperangkat
simbol komunikasi yang ditransfer dari individu, kelompok atau masyarakat
kepada individu lainnya.
Melihat hal tersebut,
salah satu kajian yang menarik para ilmuwan adalah ilmu komunikasi yang lebih
khususnya pada kajian terhadap ilmu komunikasi politik. Hal ini serupa dengan
yang dilakukan di Amerika Serikat bahwa telah banyak teoritisi dan ilmuwan yang
menghasilkan tulisan-tulisan ilmiah yang membahas tentang komunikasi politik
ini, antara lain Dan Nimmo dalam judul Political
Communication and Public Opinion in America. Stven H.Caffe dalam judul buku
Political Communication; Issues and
Strategies for Research, Michael H. Prosser dalam judul Intercommunication Among Nations and People,
William L. Rivers dan rekan-rekan dalam judul Responsibility in Mass Communication, dan banyak lagi kajian-kajian
para ilmuwan lainnya.
Kajian dalam ilmu
komunikasi politik tidak hanya sebatas mengenai proses komunikasi yang
didalamnya termuat pesan-pesan politik, tetapi juga pada bagaimana komunikasi
dapat berlangsung dengan ideal dalam sistem politik pemerintahan. Proses
komunikasi yang ideal adalah dimana dalam prosesnya senantiasa berlangsung
timbale balik diantar para partisipan sehingga terdapat pergantian peran
diantara partisipan.
Bahasan komunikasi
politik tidak hanya sebatas dalam suatu sistem dalam negara, tetapi juga pada
batas wilayah sistem luar negara, sehingga akan bertemu berbagai sistem dan
akan saling mempegaruhi antara satu dengan lainnya. Hal ini sebagai akibat
temuan teknologi canggih di bidang komunikasi. Kondisi ini yang kita kenal dengan
sebutan era globalisasi.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Komunikasi Politik
Studi komunikasi
politik merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu. Dalam perkembangannya
studi tentang komunikasi politik lebih mendapat perhatian oleh sarjana ilmu
politik dibandingkan dengan sarjana ilmu komunikasi. Hal serupa juga
diungkapkan Cangara bahwa di Indonesia pada awalnya perhatian untuk
membicarakan komunikasi politik justru tumbuh di kalangan para sarjana ilmu
politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu sendiri (Cangara, 2009:34).
Meskipun demikian ilmu
komunikasi sudah banyak mengajarkan tentang politik meski masih belum fokus. Mark Roelofs mengatakan bahwa politik adalah
pembicaraan atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik)
adalah berbicara (Roelofs
dalam Rakhmat, 1993:8).
Sejalan dengan
perkembangannya, para ilmuan berusaha untuk memberikan definisi tentang
komunikasi politik. Setiap ilmuan dalam mengkaji dan menjelaskan tentang studi
komunikasi politik mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Soesanto
mendefinisikan komunikasi
politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu
pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan
komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang
ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980:2).
Menelaah beberapa pandangan diatas maka dapat dikatakan bahwa kegiatan politik
melibatkan komunikasi diantara beberapa orang yang terlibat didalamnya.
Berorientasi dari
beberapa pandangan ilmuan tentang komunikasi politik dapat dikatakan bahwa
secara keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan komunikasi politik.
Berkaitan dengan semakin bertambahnya definisi komunikasi politik yang
disebabkan karena perbedaan sudut pandang, maka secara sederhana dapat
dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan politik.
Kegiatan politik
merupakan suatu interaksi atau dapat dikatakan adalah suatu kegiatan
berkomunikasi antara orang-orang. Politik sangat berkaitan erat dengan apa yang
disebut dengan komunikasi. Salah satu kajian penting dalam kegiatan politik
yaitu bahwa semua kegiatan politik sangat berhubungan dengan komunikasi. All political action is a reaction to
communication one of kind or another. There are, however, different levels and
types of communication. Face-to-face communication is the most basic
(Roskin, 1997:166)
B.
Perkembangan
Komunikasi Politik
Pencapaian konsensus
mengenai komunikasi politik sebagai suatu bidang studi terbagi dalam beberapa
periode sejarah. Komunikasi politik menjadi sebuah disiplin ilmu sejak
dibentuknya bidang komunikasi plitik oleh International Communication
Association (ICA) dan American Political Science Association (ASPA) di awal
tahun 70an. Karya tentang komunikasi politik sudah ada sejak zaman Aristoteles
pada tahun 350 SM. Studi komunikasi mulai marak sejak Perang Dunia I.
Periode Klasik
Periode ini berlangsung
dan berakhir pada tahun 1940-an. Pada periode ini hal utama yang menjadi bidang
kajian adalah komunikasi politik yang berfokus pada kajian retorika. Istilah
“komunikasi massa” yang sekarang ini kita kenal, pada periode ini dikenal
dengan istilah “public opinion and
propaganda”.
Retorika pada periode
ini dinilai sebagai bidang kajian yang paling spektakuler. Tujuan retorika ini
adalah untuk mempengaruhi masyarakat dalam bidang politik. Bidang kajian yang
difokuskan pada retorika ini targetnya untuk menciptakan “pendapat umum”. Pada
jaman Romawi, pendapat umum (public opinion) digunakan untuk membuat kebijakan,
dan berpijak dari itu juga dalam periode ini public opinion juga sangat
berpengaruh dalam pembuatan kebijakan publik. Berfokus pada kajian reotika ini
membuat periode ini sering dijuluki “Ratu Dunia” yang bersumber dari pendapat
umum.
Hal ini juga sudah
tercermin dalam politik di Indonesia, dimana dalam prakteknya masih kurang
transparan. Misalnya saja ketika ingin dibuat dan disahkannya kebijakan
mengenai kenaikan BBM. Pemerintah dalam menentukan kebijakan tersebut akan
dilaksanakan atau tidak bergantung pada pendapat umum masyarakat (public
opinion). Dalam kebijakan mengenai kenaikan BBM tersebut sempat dibatalakan
karena adanya aksi protes dari masyarakat yang merupakan salah satu cara mereka
menyampaikan pendapat umum mereka.
Kenyataan yang terjadi,
era sekarang ini masyarakat dalam menyampaikan public opinion menggunakan jalan
yang salah. Sehingga justru akan menyebabkan kerusuhan yang merugikan banyak
pihak baik materi maupun psikis.
Periode
Sekitar Perang Dunia I dan II
Fase kedua dalam
sejarah perkembangan Komunikasi Politik adalah periode yang berlangsung pada
kurun waktu sesudah seperempat pertama abad ke-20 sampai dekade tahun 1950-an.
Perkembangan Komunikasi Politik periode ini dibarengi dengan terjadinya Perang
Dunia I dan Perang Dunia II. Pihak-pihak antara poros Jerman dan Sekutu Amerika
Serikat saling melemparkan propaganda dan perang urat syaraf (psywar).
Perang Dunia I terjadi
antara kurun waktu tahun 1914 sampai 1918, dan Perang Dunia II terjadi sekitar
tahun 1939 sampai 1945. Kajian Komunikasi Politik dalam perkembangan sekitar
terjadinya Perang Dunia II banyak membahas mengenai propaganda dan perang urat
syaraf, dimana akan ditekankan pada perilaku memilih dan pengaruh media massa
terhadap keputusan memilih.
Kajian komunikasi
politik pada awalnya berakar pada Ilmu Politik, meskipun penamaan lebih banyak
dikenal dengan Propaganda. Hal ini dimulai pada tahun 1922 dengan penelitian
dari Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmanyang meneliti tentang opini publik
pada masyarakat, kemudian dilanjutkan oleh Bagehot, Maine, Byrce, dan Graha
Wallas di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik.
Ketika Harold D Lasswell menulis disertasi Doktor tentang Propaganda Technique
in the World War (1927). Praktek propaganda berkembang terutama menjelang
perang dunia ke II ketika Nazi Jerman berhasil melakukan ekspansi dengan sukses.
(http://muslih.tripod.com/index_Copy_3.html)
Propaganda sendiri
diartikan sebagai manajemen pengendalian simbol-simbol verbal cenderung tidak
atau kurang baik. Hal ini juga serupa dengan pendapat Lasswell dengan
tulisannya “Propaganda technique in The
Word War” menjelaskan propaganda didefinisikan sebagai “penggunaan
simbol-simbol untuk mempengaruhi perilaku kontroversial”, propaganda sama
dengan manipulasi perasaan manusia yang diperlukan baik pada masa perang maupun
damai, propaganda merupakan salah satu instrumen dari empat pada
“instrumen utama kebijakan dalam perang dan damai”,tiga instrumen lainnya
adalah diplomasi, senjata dan ekonomi (Hasbi, 2013).
Beberapa karya penting yang muncul pada
periode ini antara lain:
1. Propaganda
Technique in The World War -- Harold D Lasswell (1927)
2. The
Fine Art or Propaganda -- Alfred McClung Lee dan Elissabeth B Lee (1939)
3. Studi
Efek Media – Hovland (metode eksperimen tahun 1943-1945)
Laswell memiliki
ketertarikan pada kajian propaganda, pembentukan opini public, peran pemimpin
politik dan analisis isi media. Berdasarkan ketertarikan Laswell dan fokusnya
pada kajian komunikasi politik kemudia dia dijadikan sebagai salah satu bapak
pendiri Ilmu Komunikasi Politik.
Periode
Pasca Perang Dunia I dan Perang Dunia II
Dekade pasca ini
berlangsung pada pertengahan dekade tahun 1950-an hingga awal 1970-an. Awal
mula periode ini ditandai dengan adanya temuan riset bahwa media massa punya
pengaruh terbatas (limited effect)
terhadap sikap, keputusan dan perilaku. Beberapa ilmuan yang melakukan riset
pada bidang kajian ini misalnya Paul Lazarfeld, Robert K Merton, Jopseph
Keppler.
Para periset melakukan
identifikasi adanya pengaruh komunikasi antarpribadi dalam pembentukan opini
tentang pemilihan umum. Dapat dikatakan bahwa dalam periode ini studi
komunikasi politik lebih berorientasi pada efek media, yang pada umumnya jangka
pendek terhadap variable-variabel politik seperti: identifikasi individu
terhadap partai politik, penilaian terhadap kandidat, politik dan perilaku
memilih.
Wilbur Schram adalah
tokoh penting dalam proses menjadikan ilmu komunikasi sebagai satu bidang ilmu
dari ilmu sosial. Schram memberikan peran dalam menngembangkan studi komunikasi sehingga
studi tentang komunikasi menyebar di berbagai universitas di Amerika, dan
memunculkan tokoh-tokoh seperti Paul J. Deutschman, Wayne Danielson, dan Steven
H. Chaffe.
Perkembangan
dan penyebaran studi komunikasi politik di Amerika merupakan babak awal
perkembangan studi Komunikasi Politik. Beberapa ilmuwan berusaha untuk
merumuskan ruang lingkup kajian komunikasi politik. Empat orang yang dianggap
sebagai Founding Fathers studi komunikasi politik di Amerika menurut Nasution
(2012) yaitu:
1.
Harold D. Laswell dengan bukunya Propaganda
Technique in The World War dan buku Politics: Who Gets What, When, How.
2.
Kurt Lewin dengan bukunya Action
Research and Minority Problems dan Studies in Group Decision.
3.
Paul Lazarsfeld dengan bukunya The
People’s Choice serta kajian yang dilakukan bersama McPhee dan Berelson Voting:
a Study of Opinion Formations in a Presidential Campaign.
4.
Carl I. Hovland dengan bukunya Results
from Studies of Attitude Change.
Periode
ini terbit karya penting yaitu buku “The
Nerves Govermen: Models of Political Communication and Control” (Karld
Dutch, 1963). Pada periode ini ditandai dengan terbitnya buku tersebut, istilah
komunikasi politik menjadi pertama kalinya dipakai dalam kajian akademik yang
membahs tentang gejala atau realitas komunikasi yang berkaitan dengan politik.
Sejak
tahun 1960an, peran komunikasi massa dalam komunikasi politik semakin dominan
seiring dengan perkembangan pengaruh televise. Hal ini sedikit berbeda dengan
era Laswwel yang dipertegas dengan pendapatnya Laswell (1958) bahwa media komunikasi
massa yang masih dominan adalah media cetak seperti surat kabar, majalah,
poster, serta media radio.
Pada periode ini juga berkembang
beberapa pendekatan atau sistem, yaitu:
1. Sistem
approach, yaitu sistem dipertimbangkannya variable komunikasi dalam
proses-proses politik atau komunikasi politik.
input
|
output
|
Proses
rekrutmen caleg dan DPR
|
2. Pendekatan
kibernetik, yaitu analisis input-output
dan konsep feed back
o Fungsi
penganggaran
o Fungsi
budget, dll
|
input
|
output
|
Caleg
= artis
|
Hasil
kerja
|
o Output:
tidak begitu bisa diharapkan, banyak yang korupsi
o Input:
yang begitu bagus ternyata tidak bisa menjamin outputnya.
|
3. Pendekatan
Fungsional, yaitu mengkaji tentang peran-peran yang dapat dimainkan oleh atau
dengan komunikasi.
Pendekatan
Fungsional
|
komunikasi
|
Proses
KomPol
|
1.
Komunikator
2.
Komunikan
3.
Pesan
4.
Feedback
5.
Saluran
6.
Gangguan
|
7.
Lingkungan
8.
Tujuan
9.
Efek
10. Encoding
11. decoding
|
Periode
Sesudah Kwartil Ketiga Abad ke20
Periode keempat ini
komunikasi politik berkembang sebagai sub disiplin ilmu, atau bisa disebut
interdisipliner. Hal ini juga serupa dengan pendapat Ryfe bahwa teori
komunikasi politik pada awalnya dibangun oleh tiga disiplin ilmu, yaitu
psikologi sosial, komunikasi massa. Diantara ketiga disiplim ilmu tersebut psikologi
yang paling berpengaruh.
Penelitian-penelitian
awal tentang komunikasi politik dipengaruhi oleh psikologi sosial, Lasswell
(1927) dengan studi propaganda politik hingga Handley Cantril & Gordon
Allport’s (1935) dengan studi persuasi, Walter Lippman (1922) tentang opini
publik.
Komunikasi politik
bukan merupakan bidang ilmu yang berdiri sendiri, Dan Nimmo (1981) menegaskan
bahwa “political communication as a field
of inquiry is cross disciplinary“. Melihat asala kata dan pendapat Nimmo
sudah jelas bahwa setidaknya komunikasi politik terdiri dari dua bidang ilmu,
yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Secara lebih luas dapat komunikasi
politik didasarkan dari beberapa disiplin ilmu lain. Komunikasi politik sebagai
ilmu tidak memiliki batasan ilmu yang baku dari berbagai disiplin ilmu lainnya.
Sejalan dengan
komunikasi politik sebagai ilmu yang interdispliner, kemudian muncul ragam
pendekatan teoritik seperti agenda setting, framing, feminism, ekonomi, politik
dan kritis.
o
Agenda setting : digunakan untuk mengangkat isu-isu. Contohnya: Politik
yang menjadi agenda media dan agenda masyarakat
o
Framing :
digunakan untuk menyoroti isu. Contoh: menyoroti calon
gubernur yang tidak terkenal
o
Kritis :
berawal dari teori Marx, media perpanjang tangan
kapitalisme dan hal ini lebih menuju ke
sosialis.
Periode
Sekarang (Awal Abad 21)
Realitas komunikasi politik dalam periode ini semakin
diteliti. Misalnya bukan hanya sebatas pada persoalan pemilu pendapat umum,
konflik, dll. Namun juga diteliti terkait soal demokrasi, budaya pop, gender,
etnisitas, multikulturalisme dan globalisasi.
Pada Abad 21 politik mulai dilihat sebagai persaingan
untuk memperoleh sumber daya yang terbatas. Bentley (1908/1967) berpandangan
bahawa esensi politik adalah tindakan kelompok. Bentley membedakan kelompok
berdasarkan kepentingannya, dan melihat bagaimana interkasi antar
kelompok-kelompok tersebut. Ini dikenal juga dengan model pluralis. Selain
Bentley ada David Truman (1951/1962) dan Robert Dahl (1956). Hal ini terkait
dengan studi tentang pemilu dan kampanye.
Periode ini ditandai dengan semakin atraktifnya kajian
soal pemasaran politik. Dalam periode ini juga menhasilkan beberapa karya. Jame
Curan (2002) Media and Power, mengupas soal keterkaitan demokrasi, perubahan
sosial, tuntutan reformasi media terutama tv dan keterkaitan media massa dan
demokrasi.
Studi
Komunikasi Politik
Perkembangan ilmu
komunikasi politik yang maju dan didasarkan pada interdisipliner, membuat
bidang kajian dalam komunikasi politik semakin beragam. Tidak hanya sebatas
pada pendapat umum, tetapi juga mengkaji peran media massa saat terjadi
konflik. Melihat di era globalisasi ini, banyak sekali terjadi konflik dan
media selalu memberikan peran bukan hanya sekedar peran serta dalam pemberitaan
saja tetapi juga dalam penciptaan stigma-stigma dalam masyarakat yang
disebabkan dengan adanya pemberitaan tersebut.
Jika kita berbicara
soal komunikasi politik pasti akan sangat merujuk pada media sebagai chanel dalam melakukan komunikasi
politik. Sekarang ini istilah kata Media dan Politik menjadi salah satu bahasan
yang cukup menarik dan banyak dibicarakan oleh ilmuwan, banyak juga yang
melakukan penelitian besarnya pengaruh media terhadap keberlangsungan politik.
Pengertian media adalah
merupakan sarana masyarakat, pemerintah, partai politik,
lembaga non-pemerintah, pressure group, dan lain sebagainya untuk saling
berhubungan (atau berkomunikasi) satu sama lain, yang akhirnya mampu menciptakan
kondisi demokrasi yang lebih baik. Contoh peran media massa di Indonesia yaitu
media massa Indonesia senantiasa mengawal pelaksanaan kebijakan pemerintah
tentang pemberantasan korupsi – dengan cara terus meliput peristiwa kejahatan
korupsi dan melakukan investigative report.
Hal
ini terlihat dalam jurnal Komunikasi
Politik Dan Demokratisasi Di Indonesia: Dari Konsolidasi Menuju Pematangan.
Dalam jurnal tersebut membahas mengenai peran media dalam proses komunikasi
politik untuk menciptakan Indonesia demokratis yang matang.
Studi komunikasi
Politik yang dijelaskan dalam jurnal tersebut bahwa dalam sistem politik demokrasi, media massa memainkan
peran yang sangat penting sebagai instrumen public sphere. Untuk
mendukung konsep public sphere tersebut mesti adanya kebebasan media
atau pers (media freedom). Tidak ada negara demokratis, tanpa kebebasan
media. Kebebasan media di negara demokrasi, seperti Indonesia, sangat membantu
proses perkembangan konsolidasi demokrasi menuju pematangan demokrasi. Namun,
kebebasan pers juga tetap mengedepankan pertanggungjawaban sosial atas isi
pemberitaannya. Kebijakan pemerintah yang semakin kurang berpihak pada
kebebasan pers tersebut akan membahayakan proses demokratisasi dan
dikhawatirkan akan mengarah pada pemerintahan yang tak demokratis.
Hubungan media dengan
sistem politik di Indonesia seperti yang dijelaskan dalam bagan Suwardi dalam
Holik, 2005.
Dalam bahan tersebut
terlihat jelas bahwa media sangat berperan dalam politik, sehingga tidak heran
jika media dan komunikasi politik merupakan salah satu bidang kajian yang
menarik dan muthakhir dalam perkembangannya. Bagan tersebut menjelaskan
kedudukan media sebagai perantara politik kepada masyarakat. Media sangat
berperan sekali dalam menetukan sistem politik yang ada di Indonesia.
KESIMPULAN
Perkembangan komunikasi
politik khususnya di Indonesia telah mengalami perkembangan. Berawal dari
sebelum terjadinya perang dunia I dan II hingga abad 21. Kajian ilmu politik
tidak hanya sebatas membahas hubungan politik, tetapi lebih kepada kajian komunikasi.
Salah satu studi komunikasi politik adalah dalam jurnal Komunikasi Politik Dan Demokratisasi Di Indonesia: Dari Konsolidasi
Menuju Pematangan. Dalam jurnal tersebut membahas peran serta media dalam
dunia perpolitikan. Saat ini politik dan media merupakan satu bahasan studi
yang menarik dan banyak dibicarakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Referensi Buku
Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Rakhmat, J.
(1993). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offest.
Roskin, M. (1977).
Political Science An Introduction, Sixt Edition. New Jersey: Prentice -
Hall.
Referensi Online
Sumarno. (1989). Dimensi-Dimensi
Komunikasi Politik. Bandung: PT Citra Ditya Bakti.Handayani.
Komuniasi Politik: Suatu Pengantar. (http://muslih.tripod.com/index_Copy_3.html,
diakses Senin 3 Juni 2013 pukul 07.55
Hasbi. Faruq. (Mei 2013 pukul 9.12 am). Komunikasi Politik. (online Blogger), http://nguluilmu.blogspot.com/2013/05/komunikasi-politik.html,
diakses Senin 3 Juni 2013 pukul 11.00
Musfialdy, (Senin, 2 Agustus 2010). Sejarah Perkembangan Komunikasi Politik.
(blogger). http://musfialdy.blogspot.com/2010/08/sejarah-perkembangan-komunikasi-politik.html,
diakses Selasa, 4 Juni 2013, pukul 08.00
Nasution. Belli, 2012. Ppt: Komunikasi Politik.
Pekanbaru.
Soleh, (14 Mret 2009). Ilmu Komunikasi Politik. (wordpress) (http://marhaifa.wordpress.com/2009/03/14/ilmu-komunikasi-politik/, diakses Selasa 4 Juni 2013 pukul
08.15
Refensi Jurnal
Holik, I. (November 2001). Komunikasi Politik dan
Demokratisasi di Indonesia: Dari Konsolidasi Menuju Pematangan. Jurnal
Madani Edisi II , 56-74.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
0 komentar:
Posting Komentar