RESUME MATERI
A.
PENGERTIAN
DAN HAKIKAT ORGANISASI
Pengertian Organisasi
Ada banyak sekali ahli yang menyatakan dan berpendapat
mengenai definisi organisasi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
“An organization is a system of consciously coordinated activities
or efforts of two or more persons” merupakan pendapat mengenai pengertian
organisasi oleh Chester Barnard, seorang Management Consultant. Menurut pendapat diatas, organisasi merupakan serangkaian perencanaan
formal, divisi, karyawan, dan kepemimpinan (Mukherjee, 2013:1).
Bedeian
dan
Zamnuto menyampaikan bahwa “social entities that are goal directed,
deliberately structured activity systems with a permeable boundary” (Ibid).
Sheldon mengatakan bahwa “organization
is the process of combining the work, which individuals and groups have to
perform with the facilities necessary for its execution, that the duties so
performed provide the best channels for the efficient, systematic, positive and
coordinated application of the available efforts” (Kondalkar, 2007: 255)
Organisasi menurut Robbin, organisasi diartikan bahwa suatu unit
(satuan) sosial yang dikoordinasikan dengan sadar yang terdiri dari dua orang
atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai
suatu tujuan atau serangkaian tujuan bersama (Robbin, 2001:4 dalam Furqon,
2013:1)
Dari
beberapa pendapat diatas, apabila rirangkum menjadi satu, definisi organisasi
adalah wadah yang memiliki sistem yang terbentuk dari dua atau lebih orang yang
memiliki tugas dan tanggung jawab dan diarahkan dengan kepemimpinan untuk
mencapai tujuan bersama.
Hakikat Organisasi
Ada dua pendekatan menurut Pace dan Faules yang dapat digunakan
untuk memahami organisasi, yaitu:
1.
Pendekatan obyektif
Sesuatu yang
bersifat fisik dan konkret, dan merupakan sebuah struktur dengan batas-batas
yang pasti, sesuatu yang stabil. Organisasi merupakan sesuatu yang nyata yang
merangkum orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan. Jadi, menurut
pendekatan obyektif, organisasi adalah struktur.
2.
Pendekatan Subyektif
Kegiatan
yang dilakukan orang-orang, terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan
transasksi yang melibatkan orang-orang. Organisasi diciptakan dan dipupuk
melalui kontak-kontak yang terus-menerus berubah dan dilakukan oleh satu orang
dengan orang lainnya. Jadi, menurut pendekatan subyektif, organisasi adalah
proses yakni mengorganisasikan perilaku.
Kesimpulannya, untuk memahami hakikat organisasi, kedua
pendekatan baik obyektif dan subyektif bertujuan untuk mengetahui cara pandang
terhadap organisasi. Dalam pandangan obyektif, hakikat organisasi merupakan
struktur. Sedangkan dalam pandangan sebuyektif, hakikat organisasi adalah
sebuah proses.
B.
PENGERTIAN
DAN HAKIKAT KOMUNIKASI
Pengertian
Komunikasi
Dalam
berorganisasi, komunikasi merupakan elemen penting. Tanpa adanya komunikasi,
sebuah organisasi hanyalah serangkaian manusia, alat-alat, dan proses yang
tidak dapat bekerja sama. Pandangan beberapa ahli mengenai pengertian
komunikasi antara lain menurut (Mulyana, 2008:68-69):
Carl I. Hovland
Proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).
Everett M. Rogers
Proses
dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka
Harold Laswell
‘Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect’
yang artinya, ‘Siapa berkata Apa dengan Saluran apa, Kepada Siapa dengan
Efek apa’.
Pada
umumnya, komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari seseorang
(disebut komunikator) kepada orang lain (disebut komunikan) yang membuahkan
efek dengan melalui saluran tertentu. Dibawah ini disajikan ilustrasi model
untuk mempermudah memahami proses komunikasi:

Hakikat Komunikasi
Menurut
Chairul Furqon dalam jurnalnya berjudul Hakikat Komunikasi Organisasi, hakikat
komunikasi adalah fitrah manusia, selama manusia masih memiliki naluri rasa
ingin tahu, dan ingin menyampaikan sesuatu kepada sesamanya, maka selama itu
akan ada kegiatan komunikasi.
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa 70% dari kegiatan manusia adalah berkomunikasi.
Hal tersebut menyatakan bahwa sebagian besar waktu yang kita miliki
sesungguhnya adalah berkomunikasi. Baik komunikasi secara verbal maupun
non-verbal. Semakin kompleks kehidupan manusia, maka semakin sering komunikasi
itu akan terjadi.
Memahami
hakikat komunikasi, setidaknya ada 3 kerangka dasar menurut John R. Wenburg dan
William W. Wilmot dan Kenneth K. Sereno serta Edward M. Bodaken (Mulyana,
2008:67-74), yaitu:
1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Mengisyaratkan
penyampaian pesan dari seorang atau suatu lembaga kepada seseorang atau
sekelompok lain baik secara langsung maupun melalui media. Sebenarnya jika
dikaitkan dalam konteks komunikasi tatap-muka (interface communication) hal tersebut kurang sesuai karena antara
komunikator-komunikan akan saling memberi umpanbalik sehingga bersifat dua
arah. Namun jika dikaitkan pada pidato, maka hal ini sesuai.
2.
Komunikasi sebagai
interaksi
Artinya,
komunikasi merupakan kegiatan saling memengaruhi atau mutual influence.
3. Komunikasi sebagai transaksi
Pandangan
ini menganggap bahwa komunikasi adalah sesuatu hal yang dinamis. Artinya ada
timbal-balik yang berlangsung selama proses komunikasi.
C.
PENGERTIAN
KOMUNIKASI ORGANISASI
Komunikasi organisasi sering dikaitkan
dengan peranan dan status dari setiap orang dalam organisai karena peranan dan
status seseorang menentukan pula cara bagaimana dia berkomunikasi dengan orang
lain, juga cara bagaimana kita berkomunikasi dengan dia, oleh karena itu
kitapun sering menghubungkan peran dan status dengan pekerjaan.
Dalam masyarakat modern, orang
mengenali seseorang karena dia memiliki peran dan status yang beragam. Di dalam
organisasi, keragaman itu dilihat melalui pembagian kerja di mana setiap orang
akan bekerja menurut bakat dan krmampuan sehingga dia bertanggungjawab atas
pekerjaan itu. Ketika jumlah atau jenis pekerjaan semakin banyak, apalagi
beragam, maka dibutuhkan jalinan antara jenis-jenis pekerjaan yang
berbeda-beda, jalinan antara seorang pemimpin dengan bawahan atau antara
kalangan pemimpin yang pada akhirnya membentuk sebuah kekuatan besar yang
sinergis untuk menghasilkan keluaran yang lebih berkualitas. Pada tahap ini
dibutuhkan komunikasi.
Komunikasi organisasi sering pula
diartikan sebagai perilaku pengorganisasian (organizing behavior) yakni
bagaimana para karyawan terlibat dalam proses bertransaksi dan memberikan makna
atas apa yang sedang terjadi. Oleh karena itu ketika organisasi dianggap
sekedar sekumpulan orang-orang berinteraksi maka komunikasi hanya berfungsi
sebagai organisasi. Komunikasi tidak sekedar melayani organisasi, tapi dia
adalah organisasi itu sendiri. Jadi komunikasi organisasi akan berpusat pada
symbol-simbol yang memungkinkan kehidupan organisasi, apakah kata-kata,
gagasan-gagasan, dan konstruk yang mendorong, mengesahkan, mengkoordinasikan,
dan mewujudkan aktivitas yang terorganisir dalam situasi-situasi spesifik.
Tulisan atau apapun yang berkaitan
dengan komunikasi organisasi selalu mempertimbangkan dua konsep utama, yakni organisasi dan komunikasi. Suatu organisasi dapat didekati sebagai suatu obyek
yang menyenangkan dan menarik, namun ada ayng mungkin sekali memandang
organisasi sebagai sebuah penindasa. Sikap menyenangkan atau menindas itu
sebenarnya sangat tergantung dari pemahaman dan praktek interaksi, relasi, dan
transaksi yang terjadi antara manusia dalam organisasi, itulah yang kita sebut
komunikasi organisasi. Jadi kedudukan komunikasi dalam organisasi itu
sebenarnya menekankan pada bagaimana suatu organisasi dikonstruksi dan
dipelihara lewat proses komunikais.
Dengan demikian komunikasi organisasi
leboh daripada sekedar apa yang dilakukan orang-orang melainkan sebuah
penjelasan teoritis atas praktek-praktek komunikasi dalam organisasi yang
“melayani” kebersamaan baik dalam organisasi maupun melayani orang lain yang
membutuhkan organisasi.
Dengan
kata lain keberadaan komunikasi dalam organisasi itu membuat kita mampu
membedakan dua hal yaitu :
1. Menunjukkan
bagaimana para anggota bekerja sebagai seorang organisatoris.
2. Bagaimana
operasi jaringan kerja yang mengaitkan mereka satu sama lain, jadi bagaimana
kedudukan mereka sebagai human actors.
Dalam
perspektif seperti ini maka komunikasi itu penting dalam organisasi, yakni
komunikasi adalah sebagai jalan, melalui dia orang-orang mencari informasi dan
mengembnagkan sejumlah kriteria dalam pekerjaan, serta komunikasi merupakan
proses di mana mereka meletakkan mereka yang praktis.
Unsur
Komunikasi Organisasi :
1. Komunikator
/ Pengirim (pihak yang memprakarsai komunikasi)
2. Encode
(ing), yaitu aktivitas yang dilakukan seorang pengirim yang memformulasi pesan
sedemikian rupa sehingga dengan menggunakan suatu lambang tertentu dia dapat
mengoperkan pesan itu kepada komunikan.
3. Saluran
(media yang dilalui oleh pesan/symbol yang dikirim)
4. Pesan
/ Simbol , berisi pikiran, idea tau gagasan , perasaan yang dikirim oleh
seorang atasan kepada bawahannya selalu dalam bentuk symbol.
5. Decode
(ing), yaitu aktivitas yang dilakukan oleh seorang penerima informasi baik
seorang pemimpin maupun sebaliknya yang memformulasikan sinyal, tanda, dan
symbol yang dia terima ke dalam bentuk pesan yang berstruktur yang dapat dia
pahami sebagai sebuah makna
6. Komunikan
/ penerima, yaitu pihak yang menerima pesan tertentu.
7. Gangguan
(noise-interference), adalah segala seuatu yang menjadi penghambat laju pesan
yang ditukar antara pengirim dan pemerima.
Tujuan
dan Fungsi Komunikasi Organisasi :
1. Sebagai
tindakan koordinasi
2. Membagi
informasi (information sharing)
3. Untuk
menampilkan perasaan dan emosi
Fungsi Komunikasi Organisasi
Fungsi
Umum :
- To
tell (menceritakan informasi terkini mengenai sebagian atau keseluruhan
hal yang berkaitan dengan pekerjaan).
- To
sell (menjual gagasan dan ide, pendapat, fakta, termasuk menjual sikap
organisasi, sikap tentang sesuatu yang merupakan subyek layanan.
- To
learn (meningkatkan kemampuan karyawan agar mereka bisa belajar tentang
organisasi)
- To
decide (memutuskan dan menentukan)
Fungsi
Khusus :
1. Membuat
para karyawan melibatkan diri ke dalam isu-isu organisasi lalu menerjemahkannya
ke dalam tindakan tertentu di sebuah “komando”.
2. Membuat
para karyawan menciptakan dan menangani “relasi” antara sesama bagi peningkatan
produk organisasi
3.
Membuat para karyawan
memiliki kemampuan untuk menangani keputusan-keputusan dalam keadaan yang
ambigu dan tidak pasti.
D.
TEORI-TEORI ORGANISASI
Pada
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian organisasi dan
hakikatnya. Pada tahap selanjutnya, akan dijelaskan secara rinci mengenai
teorinya. Ada beberapa teori organisasi yang dikenal dan sering diaplikasikan.
Manajemen
Ilmiah dan Klassik
Teori-teori ilmiah dan manajemen klasik
merupakan teori yang diterapkan pada upaya awal untuk mengatasi kompleksitas
organisasi abad kedua puluh. Tiga dari teori yang paling berpengaruh pada
1900-an adalah Frederick Taylor, seorang insinyur Amerika, Henry Fayol, seorang
industrialis Perancis, dan Max Weber, seorang profesor universitas Jerman.
Berikut adalah ulasan masing-masing di antaranya:
1.
Manajemen Ilmiah Taylor
Frederick Taylor
prihatin terutama dengan studi ilmiah dan desain proses kerja. Sebagian besar
dari prinsip-prinsipnya ditujukan pada masalah efisiensi kerja, dan ia juga
menawarkan rekomendasi mengenai struktur organisasi dan proses. Pada dasarnya,
Taylor (1947) mengajukan empat ide dasar, yakni sebagai berikut :
a. Ada
"satu cara terbaik" untuk mengatasi dalam hal pekerjaan apa pun. Cara
terbaik dapat ditentukan melalui analisis ilmiah. Misalnya, untuk melakukan
tugas secara efisien, hanya dibutuhkan waktu dan gerak yang singkat. Percobaan
dapat menentukan kondisi kerja phisycal di mana produktivitas akan tertinggi.
b. Personil
harus dipilih secara ilmiah. Salah satu harus memilih dan menetapkan orang
untuk tugas-tugas sesuai dengan keahlian atau potensi untuk mengembangkan
keterampilan mereka.
c. Para
pekerja harus dilunasi secara insentif yang membayar mereka dalam proporsi
langsung dengan pekerjaan yang mereka hasilkan. Pekerja akan menghasilkan
lebih banyak jika mereka menyadari bahwa mereka akan dibayar sesuai.
d. Buruh
harus dibagi sehingga manajer merencanakan pekerjaan dan pekerja mengikuti
rencana. Dalam skema Taylor, setiap aspek dari tugas apapun diawasi oleh
"mandor fungsional" yang berbeda. Seorang pekerja diberikan atau
menerima perintah dari salah satu atau semua mandor ini, tergantung pada
karakteristik tugasnya.
2.
Manajemen Umum Fayol
Jika Taylor memfokuskan
pada rincian teknis bagian produksinya, berbeda dengan Henry Fayol. Ia
memfokuskan terutama pada prinsip-prinsip dasar struktur organisasi dan praktek
manajemen. Fayol menawarkan empat belas prinsip dasar yang umumnya merupakan
resep atau tips untuk struktur dan
desain organisasi :
a.
Pembagian kerja (division of work)
b.
Wewenang dan tanggung jawab (authority and
responsibility)
c.
Disiplin (discipline)
d.
Kesatuan perintah (unity of command)
e.
Kesatuan pengarahan (unity of direction)
f.
Mengutamakan kepentingan organisasi di atas
kepentingan sendiri (subordination of individual interests to the general
interests)
g.
Pembayaran upah yang adil (renumeration)
h.
Pemusatan (centralization)
i.
Hirarki (hierarchy)
j.
Tata tertib (order)
k.
Keadilan (equity)
l.
Stabilitas kondisi karyawan (stability of
tenure of personnel)
m. Inisiatif (Inisiative)
n. Semangat kesatuan (esprits
de corps)
3.
Teori Birokrasi Weber
Max Weber meminjam
istilah Perancis, “bureuaucracy”, sebagai label untuk konsep tentang organisasi
modern yang ideal. Weber percaya bahwa kompleksitas organisasi di era industri
diperlukan kecepatan, ketepatan, kepastian, dan kontinuitas. Kondisi ini dapat
direalisasikan paling efektif jika desain organisasi adalah semaksimal mungkin.
Menurut Weber (1947), mesin birokrasi harus memiliki enam fitur dasar:
a.
Hirarki kewenangan yang
jelas
b.
Pembagian kerja sesuai
dengan spesialisasi
c.
Sebuah sistem yang
lengkap dari aturan mengenai hak, tanggung jawab, dan tugas personil
d.
Prosedur lengkap untuk
kinerja
e.
Impersonalitas dalam
hubungan organisasi manusia
f. Seleksi
dan promosi personil semata-mata atas dasar kompetensi teknis
Teori
Transisional
Jika teori-teori ilmiah dan klasik
fokus lebih sempit seputar struktur organisasi dan desain pekerjaan, setidaknya
dua teori transisional ditujukan konsentrasi yang lebih luas, termasuk
kekuasaan digunakan, psikologi kepatuhan, variabilitas dalam perilaku anggota
organisasi individu, dan pentingnya komunikasi dalam proses organisasi. Mary
Parker Follet memperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1920.
Chester Barnard mengembangkan kedua
pada 1930-an. Teori ini diidentifikasi sebagai teori transisi karena mereka
termasuk ide-ide yang kembali dekade kemudian di berbagai bidang seperti teori
pengembangan sumber daya manusia dan teori system.
1.
Teori
Administrasi Follett
Dua
konsep dasar dari teori Follett, yaitu:
a. Prinsip
saling memberikan respon. Interaksi manusia selalu mencakup pengaruh bersama
dan simultan.
b.
Tujuan dari integrasi yaitu kondisi
yang harmonis dari penggabungan hal-hal yang berbeda, yang menghasilkan
bentuk baru, entitas baru.
2.
Fungsi Eksekutif Bernard
Fungsi Eksekutif
dari Chester Barnard sebagai mantan Presiden New Jersey Bell Telephone dan
pemimpin National Science Foundation, Barnard merasa bahwa teori-teori klasik
mengenai organisasi telah gagal dalam menjelaskan perilaku organisasi yang telah
ia alami sebelumnya. Barnard kemudian mengajukan tiga area untuk menutupi
kekurangan pada teori-teori klasik, yaitu perilaku individu, pemenuhan
(compliance), dan komunikasi (Daniels, Spiker, dan Papa, 1997).
Barnard mengatakan bahwan organisasi adalah sistem orang, bukan struktur struktur
yang diawasi dengan mesin.
Menurut
Barnard, keberadaan sebuah organisasi (sebagai sistem kooperatif)
tergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan mereka untuk melayani
dan berusaha untuk suatu tujuan bersama. Oleh karena itu, fungsi eksekutif
adalah mengembangkan dan memelihara sistem komunikasi (Pace & Faules,
1994).
E.
INDIVIDU
DALAM ORANISASI
Perilaku hakikatnya adalah suatu fungsi
dari interakasi antara seorang individu dengan lingkungannya. Dilihat dari
sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disesbabkan karena perbedaan
kemampuan, kebutuhan, dan cara berpikir dimana hal itu menentukan pilihan
perilaku, pengalaman, dan reaksi setiap orang.
Adapun
pendekatan yang digunakan untuk memahami perilaku manusia adalah pendekatan
kognitif, rainforcement, dan psikoanalitis. Setiap pendekatan tersebut memiliki
6 hal yang menjadi acuan bahasannya yaitu penekanan, penyebab timbulnya
perilauk, prosesnya, kepentingan masa lalu dalam menentukan perilaku, tingkat
kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1.
Penekanan
Pendekatan
kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan komunikasi dengan diri
sendiri. Persepsi individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih banyak
daripada pertimbangan mengenai lingkungan itu sendiri.
Pendekatan
reinforcement menekankan kepada peranan lingkungan dalam perilkau manusia.
Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan
memperkuat reaksi – reaksi perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan
peranan sistem personalitas dalam menentukan suatu perilaku individu di dalam
lingkungan organisasi. Menurut Sigmund Freud, ingkungan dipertimbangkan
sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan
keinginan-keinginan Id.
2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Dalam
pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidaksesuaian pada
struktur kognitif yang dapat dihasilkan dari persepsi-persepsi tentang
lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh stimuli
lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil suatu perilaku
sebelumnya.
Adapun
menurut pendejatan psikoanalitis, sebuah perilaku ditimbulkan oleh
tekanan-tekannan yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan-keinginan
yang berasal dari Id.
3. Proses
Pendekatan
kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses
mental, yang menyempurnakan dan disempurnakan struktur kognitif yang ada.
Akibat adanya ketidaksesuaian di dalam struktur sebuah organisasi, akan
menghasilkan sebuah perilaku yang diharapkan dapat mengurangi ketidaksesuasian
tersebut.
Dalam
pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam individu mengundang
suatu respon yang dittentukan oleh keturunan dan sejarah masa lalu. Sifat dan
reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan kecenderungan-kecenderungan
perilaku individu di masa mendatang.
Dalam
pendekatan Psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan oleh ID, kemuduan
diproses dan dikerjakan oleh Ego dan di bawah pengamatan Superego. Hasil-hasil
perilaku dari keputusan Ego adalah tentang bagaimana memuaskan keinginan Id dan
hambatan dari Superego.
4. Kepentingan
Masa Lalu dalam Menentukan Perilaku
Menurut pendekatan
Psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadi suatu penentu yang relatif
penting untuk menentukan perilakunya. Sifat Id, Superego, dan kekuatan Ego akan
ditentukan oleh interaksi-interaksi dan pengembangan yang dimiliki individu di
masa lalu.
Pendekatan kognitif
tidak memperhitungkan masa lalu. Pengalaman masa lalu hanya menentukan struktur
kognitif seorang individu saja. Adapun perilaku merupakan suatu pernyataan dari
sistem kognitif seseorang, dengan tanpa memperhatikan bagaimana
pernyataan-pernyataan tersebut bisa masuk ke dalam sistem tersebut.
Pendekatan
reinforcement adalah pendekatan yang bersifat historis. Suatu respon seseorang
pada stimulus tertentu merupakan suatu refleksi atas sejarah masa lalu
lingkungannya.
5. Tingkat Kesadaran
Dalam
lpendekatan kognitif, memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, akan tetapi
kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir, dan memahami akan
dipertimbangkan dalam pendekatan ini.
Reinforcement
tidak membedakan secara spesifik antara keadaan seseorang yang sadar dan tidak
sadar. Dalam kenyataannya, biasanya aktivitas mental dipertimbangkan menjadi
bentuk lainperilaku dan tidak dihubungkan dengan faktor eksternal lainnya.
Menurut
pendekatan Psikoanalitis, hampir sebagian besar aktivitas mental adalah tidak
sadar. Menurutnya, aktivitas tidak sadar Id dan
Superegolah yang akan menentukan terbentuknya perilaku seorang individu.
6. Data
Dalam pendekatan
kognitif, data atas sikap-sikap, nilai-nilai, pengertian, dan pengharapan
seseorang dikumpulkan lewat kegiatan survey. Pendekatan
reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik dan
dapat diamati melalui observasi langsung.
Sedangkan pendekatan
Psikoanalits menggunakan data ekspresi dari keinginan-keinginan,
harapan-harapan, dan bukti penekanan dan penghambatnya melalui analisis mimpi,
asosiasi bebas, dan juga hipnotos.
F.
PERILAKU
KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memiliki kecenderungan untuk
berinteraksi dengan sesamanya. Membentuk kelompok merupakan perwujudan dari
kebutuhan interkasi setiap individu.
Banyak teori yang mengembangkan suatu
anggapan mengenai asal usul terbentuknya kelompok. Mulai dari anggapan
kedekatan ruang kerja maupun daerah tempat tinggal mereka, sampai pada
alasan-alasan praktis seperti ekonomi, keamanan, dan alasan sosial lainnya.
Sejumlah pekerja yang berdekatan ruang kerjanya memiliki kemungkinan untuk
berkelompok. Kelompok dapat pula ditimbulkan karena adanya ativitas-aktivitas,
interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen di antara beberapa orang. Semakin
banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, maka semakin
banyak kemungkinan saling menularkan aktivitas dan interaksi. Dalil ini
dikemukakan oleh George C. Homans dalam bukunya The Human Group.
Alasan-alasan praktis ekonomi membuat
sekelompok orang bergabung dalam suatu serikat buruh untuk menuntut kenaikan
upah, juga memacu orang-orang yang tidak mempunyai penghasilan tetap, bergabung
bekerja dalam proyek. Demikian pula banyak alasan yang mendorong
kelompok-kelompok dalam melakukan suatu hal tertentu.
Teori-teori
Pembentukan Kelompok
No
|
Teori
|
Keterangan
|
1
|
Teori Propinquity
|
Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan karena adanya
kedekatan ruang dan daerahnya.
|
2
|
Teori Interaksi
|
o Teori ini dikembangkan oleh George Homans.
o Teori ini didasarkan pada interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen
(perasaan atau emosi).
|
3
|
Teori Keseimbangan
|
Seseorang tertarik kepada yang lain untuk membentuk kelompok karena
didasarkan pada kesamaan sikap dalam menanggapi suatu tujuan yang relevan
satu sama lain.
|
4
|
Teori Perkembangan
|
Teori ini ada korelasinya dengan teori motivasi dalam bekerja.
Teori ini didasarkan pada interaksi dan susunan hadiah – biaya – dan
hasil.
|
5
|
Teori Alasan Praktis
|
Kelompok terbentuk karena didasarkan pada alasan praktis.
Alasan praktis tersebut dapat terkait sebagai akibat untuk merespon
sebuah isu tertentu.
Alasan atau isu yang melandasi terbentuknya kelompok dapat berupa
alasan ekonomi, keamanan, atau alasan sosial lainnya.
|
Jenis
– jenis Kelompok
Kelompok didasarkan atas jenisnya
dapat dibagi dua yaitu, kelompok formal dan kelompok informal.
1. Kelompok Formal
Diciptakan
oleh keputusan manajerial untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi
tersebut. Tuntutan dan proses organisasi mengarah pada pembentukan jenis-jenis
kelompok yang berbeda. Khususnya, timbul dua jenis kelompok formal, kelompok
pimpinan/komando (command group) dan kelompok tugas (task).
a.
Kelompok Komando. Kelompok
komando ditetapkan oleh bagan organisasi. Kelompok tersebut terdiri atas
bawahan yang melapor langsung kepada seorang penyelia tertentu. Hubungan
wewenang antara seorang manajer departemen dengan para penyelia, atau antara
seorang perawat senior dengan bawahannya adalah contoh dari kelompok komando.
b.
Kelompok Tugas. Kelompok
tugas terdiri dari para karyawan yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu
tugas atau projek tertentu. Sebagai contoh, aktivitas para pegawai administrasi
dari suatu perusahaan asuransi jika klaim suatu kecelakaan diajukan, adalah
tugas-tugas yang diwajibkan. Aktivitas ini menciptakan suatu situasi di mana
beberapa pegawai administrasi harus berkomunikasi dan berkoordinasi satu sama
lain jika klaim tersebut ingin ditangani dengan pantas. Tugas-tugas yang
diwajibkan dan interaksi tersebut memudahkan pembentukan suatu kelompok tugas.
2. Kelompok Informal
Kelompok
informal adalah pengelompokan orang-orang secara alamiah dalam suatu situasi
kerja sebagai tanggapan terhadap kebutuhan social. Dengan kata lain kelompok
informal tidak muncul sebagai hasil rencana yang disengaja tetapi berkembang
secara agak alamiah. Ada dua jenis khusus kelompok informal : kelompok kepentingan
dan kelompok persahabatan.
Kelompok
Kepentingan. Individu-individu yang mungkin tidak menjadi anggota dari kelompok
komando atau kelompok tugas yang sama dapat berafiliasi untuk mencapai beberapa
sasaran bersama. Pengelompokan bersama para karyawan tersebut merupakan suatu
kesatuan barisan menghadapi pimpinan untuk memperoleh manfaat lebih besar.
Contoh dari kelompok kepentingan adalah para pelayan restoran atau hotel yang
menghimpun semua tip yang mereka terima.
Kelompok Persahabatan. Banyak kelompok yang dibentuk karena
para anggotanya mempunyai kebersamaan tentang suatu hal, seperti umur,
keyakinan politik, atau latar belakang etnis. Kelompok persahabatan ini sering
memperluas interaksi dan komunikasi mereka dalam berbagai aktivitas di luar
kerja. Perbedaan yang utama
antara kedua kelompok itu adalah bahwa kelompok formal (komando dan tugas)
dirancang oleh organisasi formal dan merupakan alat untuk mencapai sasaran,
sedangkan kelompok informal (kepentingan dan persahabatan) adalah penting bagi
kepentingannya sendiri. Mereka memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk
berhimpun.
Tahap
Perkembangan Kelompok :
Tahap Pembentukan (forming)
Memiliki
karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan
kelmpok tersebut. Para anggotanya “menguji kedalam air” untuk menentukan jenis
– jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya
mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
Tahap Timbulnya Konflik (Strorming)
Satu dari konflik
intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi
terdapat penolakan terhadap batasan – batasan yang diterapkan kelompok tersebut
terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa yang
akan mengendalikan kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai, terdapat sebuah
hierarki yang relatif kelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.
Tahap Normalisasi
Tahap ketiga ini
adalah tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut
menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat sebuah rasa yang kuat akan
identitas kelompok dan persahabatan. Tahap normalisasi (norming stage)
ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah
mengasimilasi serangkaian ekspektasi definisi yang benar atas perilaku anggota.
Tahap Performing (Berkinerja)
Pada titik ini
struktur telah sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah
berpindah dari saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.
Tahap Adjourning Stage (Pembubaran)
Untuk kelompok –
kelompok kerja yang permanen, berkinerja adalah tahap terakhir dalam
perkembangan mereka. Tetapi, untuk komisi, tim, angkatan tugas sementara, dan
kelompok - kelompok kerja yang mempunyai tugas yang terbatas untuk
dilakukan, terdapat tahap pembubaran. Dalam tahap ini, kelompok tersebut
mempersiapkan diri untuk pembubarannya. Kinerja tugas yang tinggi tidak lagi
menjadi prioritas tertinggi kelompok. Sebagai gantinya, perhatian diarahkan
untuk menyelesaikan aktivitas – aktivitas. Respons dari anggota kelompok dalam
tahap ini bervariasi. Beberapa merasa gembira, bersenang – senang dalam
persahabatan dan pertemanan yang didapatkan selama kehidupan kelompok kerja
tersebut.
Kebanyakan
orang yang menginterprestasikan model lima tahap tersebut berasumsi bahwa
sebuah kelompok menjadi semakin efektif seiring kelompok tersebut bergerak
melalui empat tahap. Meskipun asumsi ini mungkin benar. Di bawah kondisi
tertentu, konflik tingkat tinggi mungkin baik untuk kinerja kelompok yang
tinggi. Jadi kita dapat mengharap untuk menemukan situasi di mana kelompok –
kelompo itu dalam tahap II berpenampilan lebih baik dibandingkan mereka yang
berada pada Tahap III dan IV.
Dengan
cara serupa, kelompok
– kelompok tidak selalu beproses dengan jelas dari satu tahap ke tahap
selanjutnya. Kadang – kadang, pada kenyataannya, beberapa tahapan berjalan pada
waktu yang bersamaan, seperti kelompok yang mengalami konflik dan tampilan
waktu yang sama. Bahkan suatu kelompok terkadang mundur ke tahap sebelumnya.
Jadi, pendukung yang paling kuat dari model ini sekalipun tidak mengasumsikan
bahwa semua kelompok mengikuti proses lima tahap secara tepat atau bahwa tahap
IV selalu yang paling diinginkan.
Masalah
lainnya dari model lima tahap, terkait pemahaman perilaku yang berhubungan
dengan pekerjaan, adalah penelitian atas awak kokpit dalam sebuah pesawat
terbang menemukan bahwa, dalam 10 menit, tiga orang yang tidak saling mengenal
yang ditugaskan untuk terbang bersama untuk pertama kali menjadi sebuah
kelompok yang sangat cepat ini adalah konteks organisasional yang kuat yang
melingkupi tugas dari awak kokpit. Konteks ini memberikan aturan, definisi, tugas, informasi,
dan sumber – sumber daya yang diperlukan bagi kelompok tersebut untuk tampil.
Mereka tidak butuh untuk mengembangkan sumber daya, memecahkan konflik, dan
menentukan norma – norma seperti yang diramalkan model lima tahap.
G.
PERFORMANCE ORGANISASI
Konsep kinerja (Performance) dapat
didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishtment
(Rue dan byars, 1981 dalam Keban 1995). Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu
organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat
mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Mengingat bahwa Raison d’etre dari suatu
organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan
sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang
sangat penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah
sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam
kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada
yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja organisasinya.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja
merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau
program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran
yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu.
Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu saja
diperlukan indikator-indikator atau kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara
jelas. Tanpa indikator dan kriteria yang jelas tidak akan ada arah yang dapat
digunakan dalam untuk menentukan mana yang relatif lebih efektif diantara :
alternatif alokasi sumber daya yang berbeda; alternatif desain-desain
organisasi yang berbeda; dan diantara pilihan-pilihan pendistribusian tugas dan
wewenang yang berbeda (Bryson, 2002). Sekarang permasalahannya adalah kriteria
apa yang digunakan untuk menilai organisasi.
Sebagai sebuah pedoman, dalam menilai kinerja
organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu
organisasi. Misalnya, untuk sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan
untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran
kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang
untuk menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian
dengan sebelumnya adalah seberapa besar efficiency pemanfaatan input
untuk meraih keuntungan itu dan seberapa besar effectivity process yang
dilakukan untuk meraih keuntungan tersebut.
Indikator Kinerja Organisasi
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian sasaran/tujuan ( Bastian 2001 : 33 dalam buku manajemen publik) yang
telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator berikut ini :
1. Indikator
masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu
menghasilkan produknya, baik barang atau jasa yang meliputi sumber daya
manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
2. Indikator
keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator
hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
4. Indikator
dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif
pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
Dalam pembahasan kinerja organisasi selalu dibicarakan dan dibedakan
mengenai organisasi privat dan organisasi publik. Indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi antara privat dan publik pun secara khusus
juga dapat dikatakan berbeda. Untuk membedakan suatu organisasi tertentu adalah
organisasi privat atau organisasi publik juga ada indikatornya.
Ada 3 indikator yang umumnya digunakan sebagai ukuran sejauh mana
kinerja organisasi berorientasi keuntungan (profit oriented), (Bastian, 2001 :
335–336 dalam buku manajemen
publik) adalah sebagai berikut :
1.
Efektifitas adalah hubungan antara input dan
output dimana penggunaan barang dan jasa dibeli oleh organisasi untuk mencapai
output tertentu.
2.
Efektivitas adalah hubungan antara output dan
tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output,
kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Ekonomis
adalah hubungan antara pasar dan input, dimana pembelian barang dan jasa
dilakukan pada kualitas yang diinginkan dan harga terbaik yang dimungkinkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi
baik publik maupun swasta. Secara
detail Ruky dalam Hessel Nogi (2005
: 180) mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap
tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut:
- Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan
metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi, semakin
berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut.
- Kualitas input atau material yang
digunakan oleh organisasi.
- Kualitas lingkungan fisik yang meliputi
keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.
- Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku
dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.
- Kepemimpinan sebagai upaya untuk
mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standard dan tujuan organisasi.
- Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi
aspek kompensasi, imbalan,
promosi, dan lain-lainnya.
H. BUDAYA
KERJA
Dalam buku Wacana Komunikas Organisasi, Alo
Liliweri(2004: 323) menjelaskan budaya organisasi adalah suatu budaya yang
dimiliki oleh organisasi, budaya merupakan faktor yang memberikan spirit bagi
organisasi dan membedakannya dengan organisasi lain. Beliau juga menyebutkan pentingnya budaya
dalam organisasi yaitu (1) kebudayaan mempengaruhi perilaku anggota organisasi
baik secara individu maupun kelompok, (2) organisasi membentuk sebuah
kebudayaan sendirikarena organisasi merupakan wadah kerjasama dan komunitas
yang dibentuk oleh perilaku-perilaku manusia. Jadi budaya orgnisasi dapat
dopandang sebagai budaya yang mengajarkan dan mewariskan perilaku atau
aktivitas tertentu seseorang dalam organisasi, meliputi cara bekerja, menikmati
kebebasan dalam organisasi, cara bekerjasama dan lain-lain.
Berikut ini Allo LiliwerI juga menjelaskan beberapa pengertian budaya organisasi menurut
beberapa ahli. Menurut Carbaught dalam Liliweri (2004:326) budaya organisasi
merupakan metafora enting untuk menggambarkan norma, perasaan, dan
pola-pola aktivitas interaksi dari suatu
kelompok.
Deal dan Kenedy dalam Grifin dalam Liliweri
(2004:326)mengatakan bahwa budaya organisasi adalah cara bagaimana kita
melakukan sesuatu disekeliling kita. Sementara itu, dukitup dari buku yang
sama, Ivancevich dan Matteson mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat
dipandang sebagai :
1.
Suatu
sistem kepercayaan yang dibagi diantara para anggota organisasi
2.
Kekuatan,
keluasan, inti nilai yang dibagi
3.
Langkah
bagikita untuk melakukan sesuatu disekeliling kita.
4.
Pemrograman
kolektif dari berbagai gagasan.
5.
Pemahaman
kolektif
6.
Seperangkat
symbol, upavara dan mitos yang mengkmunikaskan nilai-nila utama dan keyakinan
bagi organisasi (T.J Oeters dan R.H)
7.
Menurut
Schein budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk
bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus
diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang
benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Kusdi (2010), dalam bukunya Budaya Organisasi:
Teori Peneltian dan Praktik mengemukakan beberapa pendapat ahli tentang budaya
organisasi yaitu:
a.
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn
(2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang
dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota
organisasi itu sendiri.
b.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh
Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan
dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang
ada pada bagian-bagian organisasi.
c.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar
yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan
anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk
anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan
merasakan masalah yang dihadapi.
e.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi
merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan
dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai
organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara
bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Hal yang disebutkan diatas
merupakan budaya kotrol atau budaya merekayasa karena Para manajer selalu
mencari dan membuat perubahan kebudayaan atas organisasi berdasarkan kehendak
mereka sendiri meyangkut bagaimana cara untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
perasaan orang lain dari dan dengan karyawan dalam organisasi.
Jadi , budaya organisasi juga berkaitan dengan
manifestasi dari perilaku sosial dan pengalaman atas issu-issu seperti:
1.
Cara bekerja yang teorganisir dan berpengalaman.
2.
Bagaimana kewenangan dipakai dan didistribusikan
3.
Bagaimana orang merasa dia berada dalam organisasi dan merasa
mendapat ganjaran, merasa diorganisasika dan dikontrol.
4.
Nilai-nilai kerja dan orientasi kerja dari staf
5.
Derajat formalisasi, standarisasi, dan kontrol melalui sistem
yang ada dan akan ada.
6.
Nilai yang ada dalam perencanaan, analisis, logis, dan adil
7.
Bagaimana sedikit inisisatif diajukan, mengambil resiko ruang
lingkup individual mengekspresikan dirinya.
8.
Atauran dan harapan tentang segala sesuaatu yang bersifat
informal dalam relasi antar pribadi, tamplan pribadi, dan lain-lain
9.
Diferensiasi status
10.
Penekanan atas aturan, prosedur
11.
Spesifikasi tampilan dan tim kerja.
Budaya Organisasi, Antara Model Dan Jenis.
1)
Memodelkan budaya organisasi
Alo Liliweri (2004:239) menjelaskan bahwa
terdapat beberapa Variasi model budaya organisasi meliputi:
a.
Rensis Likert – menurut Likert budaya oranisasi tergantung kepada praktek
kepemimpinan yang ada diatas sebuah
skala mulai dari otokratis, otokratis yang bijaksana, konsultatif, dan
partisipatif dalam organisasi.
b.
Henry Mitzberg – Menampilkan stuktur sederhana, birokrasi
mesian, sistem devisi, birokrasi, professional dan adhorkrasi
c.
Roger Harrison – menampilkan budaya organisasi dalam
kekuasaan, peran, budaya personal, dan tugas dalam organisasi
d.
Peddler, dkk, - the Learning Organization
2)
Jenis Budaya Organisasi
Menurut Harrison dalam Liliweri (2009: 239)
budaya dapat diklasifikasikan menjadi:
1.
Power Culture (Budaya kekuasaan), berhubungan dengan figure sentral yang ada
pada organisasi. Letak kontrol yang besar pada organisasi. Hal-hal yang menonjol dari budaya ini adalah:
a.
Organisasi nampak kuat, luwes, dan dinamis, terlihat dari
reaksi yang cepat terhadap jawaban kebutuhan dari luar
b.
Dapat menghasilkan ketidakpuasan dalam karyawan karena
organisasi terlalu berpusat pada kedudukan yang tinggi.
c.
Organisasi sangat tergantung pada kemampuan dan keputusan
kekuasaan sentral, ini sangatlemah kalau
organisasi memiliki tantangan hebat. Padahal koordinasi sangat dibutuhkan disaat
organisasi bertumbuh makin besar dan rumit sehingga membutuhkan pembagian kerja
yang bersifat devisional.
2.
Role Culture (Budaya Peran)
a)
Budaya terpusat pada pembagian kerja berdasarkan kerangka
logis, rasional dan tanggung jawab, sesuai peran/jabatan masing-masing individu
didalam sebuah organisasi. Koordinasi menjadi kunci dalam sistim kerja budaya
peran, berhibungan erat dengan teori jaringan kerja birokras dari Max Webber.
Efisiensi kerja ditentukan oleh alokasi rasionaldan kesadaran tampilan dari tanggung
jawab yang sudah didefinisikan. Hal yang menonjol dari budaya peran adalah:
1)
Mengutamakan skala ekonomi dari pada fleksiblitas
2)
Spesialisasi dianggap penting dari pada inovasi atau
keuntungan sebuah produk
3)
Berkembang di lingkungan yang relative stabil
3.
Task (Project Team) Culture (budaya tugas, tim
proyek)
Asumsi dasar mengenai budaya tugas didasarkan
bahwa adanya pandangan bahwa budaya merupakan sebuah jaringan kerja, yang
medeteksi adanya sel-sel yang berinteraksi satu sama lain. Menurut pandangan
modern, Organisasi juga harus dipandang sebagai:
a.
Jaringan kerja organisasi (network organization) → Organisasi terdiri dari beberapa unit kecil
yang bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu yang besar
b.
Jarngn membentuk maktriks organisasi yang berorientasi pada
pengerjaan proyek yang diliputi dengan peubahan tim kerja berdasarkan jadwal
tertentu,
4.
Personal culture (budaya personal)
Pendekatan Budaya Organisasi
Pendekatan Teoritis
Ssecara teoritis, budaya organisasi merupakan
ilmu interdisipliner, gabungan dari beberapa ilmu seperti sosiologi yang
digunakan untuk melihat perlaku individu dan kelompok, psikologi sosial yang
digunakan untuk melihat budaya organisasi melalui eranan individu dalam
orgnisasi, sejauh mana pengaruh sosial dalam pembentukan keinginan dan
kebutuhan, persepsi dan sikap, perilaku kelompok, dan lain;lain. Sedangkan
ekomoni mengajarkan untuk mengenal budaya organisasi dalam menentukan
produktivitas dan kkonsumen dari organisasi, keuntungan dan kerugian organisasi
secara material dan financial, dan lain sebaginya. Dalam table 1 akan
dijelaskan beberapa konribusi disiplin ilmu dalam budaya organisasi
Tabel 1.
Kontribusi Dan Ruang Lingkup
Serta Metode Studi Budaya Organisasi
Kontribusi
|
Ruang
Lingkup Studi
|
Metode
Studi
|
·
Antropologi
|
1.
Kebudayaan manusia
2.
Nilai dan kepercayaan dalam
masyarakat
|
1.
Dekripsi ringkas
2.
Wawancara dan pengamatan
|
·
Sosiologi
|
1.
Kategorisasi struktur
sistem sosial
|
1.
Wawancara sistematik
2.
Pertanyaan
3.
Statistic
|
·
Psikologi sosial
|
1.
Menciptakan dan
memanipulasi symbol
2.
Penggunaan sejarah
|
1.
Survey
2.
Pengamatan
3.
Statistic
|
·
Ekonomi
|
1.
Kondisi ekonomi suatu
perusahaan
|
1.
Statistic
2. Pemodelan
matematis
|
3.1 Model AGIL dari Talcot Parsons
Model ini dikenalkan oleh Talcot Parsons dalam
salah satu teori fungsional. Dalam pandangan nya Parsons menilai bahwa:
1.
Setiap masyarakat hanya bisa mempertahankan kelangsungan
hidupnya apabila ada keteraturan sosial (social ordres) yang bisa
dipertahankan.
2.
Setiap masyarakat, agar bisa bertahan, harus menjalankan
empat fungsi, dijalankan oleh empat subsistem yang berbeda.
a.
Fungsi menyesuaikan diri dengan ling yangkungan disebut
dengan fungsi adaptasi. Fungsi ini dijalankan oleh subsistem ekonomi.
b.
Fungsi mencapai tujuan. Tujuan bersama yang telah dirumusakan
menjadi arah segala kegiatan. Dijalankan oleh subsistem politik.
c.
Fungsi integrasi, yaitu setiap unsur dalam masyarakat harus
terjalin dan tidak berlawanan. Dijalankan oleh subsistem hukum dan politik.
d.
Fungsi mempertahankan pola. Hubungan sosial yang dijalankan
untuk mencapai tujuan harus dijalankan melalui hubungan sosial dengan cara
menaati aturan dan nilai. Dijalankan oleh subsistem keluarga dan pendidikan.
Selanjutnya, berikut ini adalah sumbangan
pandangan Talcot diatas yang diaplikasikan dalam studi budaya organisasi:
1)
setiap organisasi hanya dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya apabila ada keteraturan sosial yang bisa diertahankan, termasuk
keteraturan sosial yang diperani oleh setiap unit dan satuan kerja dalam
organisasi.
2)
Agar dapat bertahan,
organisasi harus mampu menjalankan empat fungsi yang dijalankan oleh empat
subsistemyang berbeda.
a.
Fungsi menyesuaikan diri (adaptasi)
b.
Fungsi mencapai tujuan
c.
Fungsi integrasi
d.
Fungsi mempertahankan pola.
Berikut ini dibuat tabel untuk menunjukan
pemikiran Parsons tersebut
Table 2
Table Pendekatan Budaya
Organisasi Oleh Parsons
Adaptation
(adaptasi)
|
Kemampuan
organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
|
Goal
Attainment (pencapaian tujuan)
|
Kemampuan
organisasi untuk mengartikulasikan dan mencapai tujuan sistem secara objektif
|
Integration (integrasi)
|
Kemampuan
organisasi untuk mengintergrasikan bagian-bagian yang berbeda dalam suatu
sistem
|
Legitimacy
|
Kemampuan
organisasi untuk mempertahankan organisasi agar dapat bertahan, dapat
diterima, dan terus hidup.
|
Model Jaringan Dari Ouchi
Tabel 3.
Model
Jaringan Dari Ouchi
Nilai
budaya
|
Gambaran
tentang perusahaan Jepang
|
Gambaran
dalam Tipe Z dari perusahaan Amerika
|
Gambaran
dalam tipikal perusahaan Amerika
|
Komitmen
terhadap pekerja
|
Bekerja
seumur hidup
|
Menjadi
pekerja dalam jangka panjang
|
Menjadi
pekerja dalam jangka pendek
|
Evaluasi
|
Lamban
dan kualitatiff
|
Lamban
dan kualitatiff
|
Cepat
dan kuantutati
|
Karier
|
Sangat
luas
|
Rata-rata
luas
|
Sempit
|
Pengawasan
|
Implicit
dan informal
|
Implicit
dan informal
|
Eksplisit
dan formal
|
Pengambilan
keputusan
|
Kelompok
dan konsesus
|
Kelompok
dan konsesus
|
Individual
|
Tanggung
jawab
|
Kelompok
|
Individual
|
Individual
|
Peduli
terhadap orang lain
|
Menyeluruh
|
Menyeluruh
|
Sempit
|
Mode Peter Dan Waterman
Atribut dari perusahaan yang baik dari Peter
dan Waterman ditunjukan pada table dibawah ini.
Tabel4.
Model Good Organization Dari Peter Dan Waterman
1.
Bebas untuk bertindak
2.
Tak perlu menunggu reaksi
pelanggan
3.
Menyukai otonomi dan
kewiraswastaan
4.
Suka produktivitas melalui
orang lain
5.
Berpegang pada manajemen
6.
Bentuk sederhana, belajar
dari staff
7.
Selalu berkelanjutan dan
diorganisasikan
|
Pendekatan Dari Clifford Geertz Dan Michael Pacanowsky
Geertz Dan Michael Pacanowsky menggunakan
pendekatan etnografi, yang mengasumsikan bahwa kebudayaan merupakan sebuah
jarigan pertukaran makna antarmanusia. Mereka menggambarkan kebudayaan ibarat
jarring laba-laba. Artinya siapa saja yang terikat dalam jaringan itu akan
mengikuti jaringan itu. Mereka
berpendapat bahwa:
1.
Kebudayaan adalah metafora dari kehidupan organisasi.
2.
Oraganisasi ibarat mesin, seperti kehidupan organism sebagai
otak atau bahkan seperti penjara.
3.
Ketertarikan kita dalam metafora organisasi itu dapat kita
lihat dalam persahaan Jepang yang mengartikan budaya organisasi dalam beberapa
makna:
a.
Bahwa lingkungan sekeliling organisasi turut menentukan
kehidupan organisasi
b.
Image, karakter, dan iklim individual maupun kelomok
dikontrol oleh organisasi.
c.
Pacanowsky berpendapatt bahwa kebudayatidak sekedar
sesuatu yang ada dalam organisasi tetapi
segala sesuatu yang membuat organisasi itu berada.
d.
Oleh karena itu Geertz studi tentang organisasi studi yang
bersifat soft science
Pancanowsky dan Putnam dalam Liliweri(2004:343)mengatakan
bahwa organisasi adalah sebuah sistembudaya yang didalamnya terdapat nilai dan
norma, ada kebiasaan, ada mores, dan ada aday istiadatnya. Peraga dibawah ini
menunjukan hal tersebut:
![]() |
Peraga diatas menunjukkan pandangan system yang
membentuk budaya organisasi dimana ruang/fasilitas organisasi, nilai-nilai
budaya masyarakat, norma, serta sikap para anggota organisasi acara-acara
ritual masyarakat maupun organisasi dan peran histories organisasi organisasi
merupakan masukan sistem.
Masukan itu dengan dukungan teknologi
organisasi di proses sesuai dengan visi misi organisasi yang keluarannya
berbentuk pola-pola Interaksi dan komunikasi dalam organisasi, pakaian (bentuk,
jenis, ragam, maupun warna), pelbagai aturan organisasi hingga kepada
bentuk-bentukganjara organisasi.
Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Rivai (2003: 430) budaya melakukan
sejumlah fungsi dalam organisasi yaitu:
1)
Budaya mempunyai suatu peran suatu peran menetapkan tapal
batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi
dengan organisasi dengan organisasi yang lain.
2)
Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi
3)
Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang ebih luas daripada
kepentingan individu
4)
Budaya itu meningkatkan kemantapansistem sosial
5)
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali memandu
serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.
Tiga Elemen Dasar Budaya Organisasi
1.
Artifak (Artifacts)
Artifak
merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk dalam artifak adalah
semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan Ketika seseorang
memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing baginya. Termasuk dalam
artifak juga adalah produk yang tampak (visible products) dari organisasi
seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik,
gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang organisasi,
nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.
2.
Nilai-nilai yang diyakini (expoused values)
Dalam
organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh
tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam
menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu
menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat
keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam
organisasi Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit
diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang
memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih
anggota Baru.
3.
Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions)
Merupakan
asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted) dan menjadi
panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan.
Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan
perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi
dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung
sangat sulit diubah.
I. KEPEMIMPINAN
Dalam
pengertian umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam
memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan, atau
tingkah laku orang lain. Kepemimpinan adalah kegiatan si pemimpin untuk
mengarahkan tingkah laku orang lain menuju suatu tujuan tertentu.
Dalam
kepemimpinan tidak ada azas-azas yang universal, yang nampak adalah bahwa
proses-proses kepemimpinan dan pola-pola hubungan antar pemimpin dan yang dipimpin
mempunyai ciri-ciri khas dalam setiap jenis kelompoknya.
Berikut
ini merupakan beberapa fungsi penting dalam kepemimpinan organisasi:
1. Pengembangan
Imajinasi
Memiliki suatu visi yang dapat
meneropong apa yang akan terjadi dan kemampuan melihat kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi merupakan hal-hal yang penting jika seorang pemimpin hendak
membawa pengikutnya ke arah yang dituju.
2. Pengembangan
Kepatuhan
Fungsi kedua dari kepemimpinan ialah
tanggung jawab terhadap pengembangan kepatuhan kepada pemimpin dan kepada
organisasi. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan rasa cinta, hormat,
kepercayaan dan kesetiaan di hati para pengikut serta pengembangannya
senantiasa, sehingga kekuatan kepemimpinan akan tumbuh pula. Seorang pemimpin
yang bijaksana akan menunjukkan kepada kelompoknya bahwa ia selalu tenang
setiap saat dan di setiap tempat. Penciptaan dan pengembangan kepatuhan anggota
kelompok kepada pemimpin dan kepada organisasi merupakan fungsi yang jelas dari
seorang yang konstruktif.
3. Pemrakarsaan,
Penggiatan, dan Pengawasan Rencana
Tugas pemimpin yang berada di puncak
piramida organisasi ialah meprakarsai dan selanjutnya bertanggungjawab atas
kemajuan rencana bagi realisasi tujuan tertentu. Kepemimpinan mengarahkan suatu
kegiatan yang berencana dan selanjutnya bersiap-siap untuk melakukan rencana
berikutnya. Melakukan perencanaan dan menciptakan teori sehubungan dengan
perencanaan tersebut merupakan tahap-tahap kegiatan yang perlu dianjurkan oleh
seorang pemimpin kepada anggota kelompoknya.
4. Pelaksanaan
Keputusan
Fungsi berikutnya adalah melaksanakan
keputusan dengan bijaksana dan tepat. Suatu keputusan yang dianggap paling
bijaksanan bisa menjadi beku sama sekali kalau waktu pelaksanaannya salah,
sebaliknya keputusan yang kadarnya sedang-sedang saja bisa menimbulkan hasil
yang menguntungkan bila timingnya tepat.
5. Pengawasan
Fungsi selanjutnya setelah pelaksanaan
keputusan adalah pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan. Perintah-perintah yang jelas dan tenang harus
diikuti pengawasan yang seksama. Jika terjadi kegagalan, pemimpin harus cepat
dan tanggap untuk mengadakan perubahan yang memadai. Pada akhirnya jika
tujuannya memang praktis, dan bila rencananya memang baik, tujuan akan dapat
mudah tercapai dan keuntunganpun akan dapat diperoleh.
6. Penganugerahan
Tanda Penghargaan
Pemimpin yang bijaksana tidak akan
menganggap pekerjaannya selesai sebelum ia mengucapkan terima kasih kepada anak
buahnya yang setia yang telah membantu merealisasikan tujuan organisasinya.
Untuk melaksanakan hal itu dengan sukses, diperlukan daftar nama-nama yang
harus menerima pengakuan dari sang pemimpin. Fungsi dari penganugerahan tanda
jasa ini adalah diterimanya kepercayaan oleh pimpinan dalam rangka
merealisasikan tujuan.
Meskipun
tidak mudah untuk menentukan sifat-sifat dan ciri-ciri kepemimpinan, Dr. WA
gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial telah menampilkan ciri-ciri yang
dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik, yang terdiri ada 3 hal di bawah ini:
1. Persepsi
Sosial
Yang dimaksud dengan persepsi sosial
adalah kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan, sikap dan kebutuhan
anggota-anggota lainnya dalam suatu organisasi. Kecakapan ini sangat dibuthkan
untuk memenuhi tugas kepemimpinan. Persepsi sosial ini terutama dibutuhkan
pemimpin untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai penyambung lidahdari
anggota-anggota kelompoknya dan juga untuk melaksanakan tugasnya dalam
memberikan pandangan dan patokan yang menyeluruh dari keadaan-keadaan di dalam
dan di luar kelompok.
2. Kemampuan
Berfikir Abstrak
Ini berarti pemimpin haruslah memiliki
kecerdasan yang tinggi. Berbagai penelitian yang dilakukan dalam bidang
kemiliteran dan industri menunjukkan bahwa para pemimpin kelompok memiliki
kecakapan untuk berfikir secara abstrak yang lebih tinggi daripada rata-rata
anggota kelompok yang mereka pimpin. Kecerdasan ini dibutuhkan oleh seorang
pemimpin untuk dapat menafsirkan kecenderungang-kecenderungan kegiatan di dalam
organisasi dan keadaan umum di luar organisasi dalam hubungannya dengan tujuan
kelompok.
3. Keseimbangan
Emosional
Pada diri seorang pemimpin harus
terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang mendalam
akan kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan cita-cita dan alam perasaan serta
penginte-grasian kesemuanya itu ke dalam suatu kepribadian yang harmonis.
Kematangan emosional ini diperlukan oleh pemimpin untuk dapat turut merasakan
keinginan dan cita-cita anggota organisasi dalam rangka melaksanakan tugas
kepemimpinannya dengan sukses.
J. ALUR KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Komunikasi dalam organisasi pada dasarnya merupakan kegiatan
intern di dalam organisasi, akan tetapi perlu diketahui bahwa alam prakteknya
kegiatan komunikasi dalam organisasi itu dapat melampaui batas organisasi itu
sendiri.
Pemimpin organisasi membutuhkan informasi yang cepat dan
tepat, oleh karena itu komunikasi merupakan suatu bidang yang sangat penting
dalam organisasi. untuk mencapai tujuan organisasi, seorang manajer harus mampu
berkomunikasi dengan karyawan di semua bidang dan tingkat. Seberapa
pentingnya komunikasi dalam suatu organisasi akan terlihat dari daftar di bawah ini:
1. Menimbulkan
rasa loyalitas dan kesetiakawanan dalam organisasi
2. Meningkatkan
motivasi kerja pegawai
3. Semua
informasi yang dibutuhkan oleh para pegawai dapat dengan cepat dan tepat
diperoleh
4. Meningkatkan
rasa tanggungjawab semua pegawai
5.
Menimbulkan saling
pengertian, semangat korp dan team work di antara pegawai
Komunikasi
dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari
segi peninjauannya.
1. Dari
segi sifatnya dapat dibedakan menjadi:
a. Komunikasi
Lisan
adalah
komunikasi yang melalui ucapan kata-kata atau kalimat, melalui apa yang
dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Komunikasi lisan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu komunikasi lisan secara langsung (face to face) dan komunikasi lisan secara tidak langsung (melalui
telepon, intercom, interpon).
b. Komunikasi
Tertulis
adalah
komunikasi dengan mempergunakan rangkaian kata-kata atau kalimat, kode-kode
(yang mengandung arti) yang tertulis atau tercetak yang dapat dimengerti oleh
pihak lain. Media yang dipergunakan dibedakan menjadi dua macam, yaitu media
tertulis intern (surat dinas,nota dinas, surat keputusan) dan media tertulis
ekstern (surat kawat, selebaran, spanduk, majalah, surat kabar).
2. Menurut
arahnya, dibedakan menjadi:
a. Komunikasi
ke atas, adalah komunikasi yang berlangsung dari bawahan ke atasan, atau dari
suatu organisasi yang lebih rendah dengan satuan organisasi yang lebih tinggi.
Jadi komunikasi ke atas dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari segi
personifikasi dan dari segi ketatalembagaan.
b. Komunikasi
ke bawah. Dilihat dari personifikasinya, komunikasi ke bawah dalah komunikasi
yang berlangsung dari pimpinan kepada bawahan. Dilihat dari segi
ketatalembagaan, komunikasi ke bawah dalah komunikasi yang berlangsung dari
satuan organisasi yang lebih tinggi kepada satuan organisasi yang ada di
bawahnya. Jadi komunikasi ke bawah mengalir dari pimpinan kepada bawahan, dari
tingkat manajemen puncak ke manajemen menengah, ke manajemen tingkat bawah
terus megalir kepada para pekerja, melalui saluran hierarki.
c. Komunikasi
horizontal. Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara pimpinan atau
pejabat yang setingkat dalam suatu organisasi. Sedangkan secara
ketatalembagaan, komunikasi horizontal adalah komunikasi antar satuan
organisasi yang setingkat dalam suatu organisasi. Misalnya Biro Hukum dengan
Biro Kepegawaian, dsb.
d. Komunikasi
satu arah adalh komunikasi yang tidak mendapat respon dari pihak penerima
informasi (komunikan). Komunikan sengaja tidak member tanggapan karena suatu
hal, atau komunikator memang sengaja tidka member kesempatan kepada komunikan
untuk memberikan tanggapan. Contohnya dalam organisasi adalah komando atau
perintah dari pimpinan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pekerja. Komunikasi
satu arah ini bersifat top down, cepat dan efisien, tetapi tidak memberikan
kepuasan bagi komunikan, karena ada kesan otoriter dalam komunikasi ini.
e. Komunikasi
dua arah adalah komunikasi yang berlangsung secara timbal balik, dimana
komunikator mendapat respon dari pihak komunikan sehingga muncul saling pengertian
di antara kedua belah pihak. Komunikasi dua arah meskipun berlangsung lambat
namun dapat mengindari terjadinya kesalahpahaman sehingga dapat menciptakan
situasi kerja yang akrab, penuh kekeluargaan dan demokratis.
3. Menurut
lawannya dapat dibedakan menjadi:
a. Komunikasi
satu lawan satu adalah komunikasi antar-pribadi. Komunikasi ini dapat terjadi
antara seorang pimpinan dengan bawahan, antara seorang pimpinan dengan pimpinan
yang setingkat, dsb.
b. Komunikasi
satu lawan banyak adalah komunikasi antara seseorang dengan beberapa orang
dalam suatu kelompok.
c. Komunikasi
banyak lawan satu adalah komunikasi kelompok dengan seseorang dalam suatu
organisasi.
d. Komunikasi
kelompok lawan kelompok adalah komunikasi antara sekelompok pegawai atau
karyawan dengan sekelompok pegawai atau karyawan yang lain. Komunikasi ini
biasanya dalam rangka mendapatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kerja
antar unit, antar stuan kerja dalam organisasi. Saluran media komunikasi yang
dipergunakan bisa dalam bentuk rapat, lokakarya,dsb.
4. Menurut
keresmiannya, dibedakan menjadi:
a. Komuniaksi
formal adalah komunikasi yang terjadi di antara para anggota organisasi yang
secara tegas diatur dan telah ditentukan dalam struktur organisasi. Komunikasi
formal berkaitan erat dengan proses penyelenggaraan kerja dan bersumber dari
perintah-perintah resmi, sehingga komunikasi formal mempunyai sanksi resmi.
saluran media komunikasi yang dipergunakan bermacam-macam, yaitu perintah
(lisan maupun tertulis), laporan, rapat, konferensi, saran, keluhan, surat
tugas, dsb.
b.
Komunikasi informal
adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu organsasi tetapi tidak direncanakan
dan tidak ditemukan dalam struktur organsasi. Komunikasi informasi bersifat
tidak resmi dan terjaid melalui informasi dari mulut ke mulut sehingga di
dalamnya terdapat keterangan-keterangan yang tidak resmi dan kurang obyektif
kebenarannya. Saluran media komuniaksi yang dipergunakan biasanya melalui
rantai kerumunan (cluster chain).
DAFTAR
PUSTAKA
Referensi Buku:
Bernard Kutner. Elements
and Problems of Democratic Leadership
dalam Alvin W.Gouldner, Studies in
Leadership. Russel & Russel, Inc. New York. 1965.
Drs. Ig. Wursanto. Dasar-Dasar
Ilmu Organisasi. Andi Offset. Yogyakarta. 2001
Franklin S.Haiman, Ph.D. Group
Leadership and Democratic Action, Houghton Miftin Company, Cambridge
Massachusetts, 1951.
Kondalkar,
V.G. 2007. “Organizational Behaviour”.
New Delhi: New Age Internationa
Kusdi.
2010. Budaya Organisasi: Teori, Penelitian, dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat
Liliweri, A. (2004). Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung:
Penerbit Mandar Maju.
Mulyana,
Deddy. 2008. “Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar”. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pace, R. Wayne,
Faulers, Don F. 1994. Organizational Communication 3rd Ed. NewJersey:
Prentice-Hall, Inc.
Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan
Aplikasinya. 2007. Jakarta : Rajawali Press.
Tom D.Daniels, et.al (1997). Perspective
on Organizational Communication. Boston: McGraw Hill.
Referensi Jurnal:
Furqon,
Chairul. 2013. “Hakikat Komunikasi
Organisasi”
Mukherjee, Sumitava. 2013. “What Is An Organization?”
Refernsi Online:
Anonim, “Prinsip
manajemen”, Diakses melalui situs http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
pada pukul 20.05, Rabu, 25 Desember.
Achmadi, Indra. 2012. Kinerja
Organisasi. Diakses melalui situs http://indraachmadi.blogspot.com/2012/04/kinerja-organisasi.html,
pada tanggal 24 Desember 2013 pukul 15.15 WIB.
Paradigma
dalam Teori Organisasi dan Implikasinya Pada Komunikasi Organisasi” https://www.academia.edu/3411614/Paradigma_Dalam_Teori_Organisasi_dan_Implikasinya_Pada_Komunikasi_Organisasi
pada pukul 20.10, Rabu, 25 Desember.
Readmore.....