PENDAHULUAN
Berawal dari membanjirnya
sinetron-sinetron yang muncul di berbagai stasiun TV swasta di Indonesia yang
memiliki beragam jalan cerita dan informasi, menjadikan kami berasumsi bahwa
setiap sinetron tersebut akan memiliki dampak kepada khalayak pengonsumsi
sinetron tersebut. Sebagai bentuk tanggung jawab akademis kami selaku mahasiswa
kepada masyarakat, kami mencoba untuk meneliti apa saja efek yang ditimbulkan
oleh sinetron yang mereka konsumsi setiap harinya. Salah satu dari sekian
banyak sinetron yang kami jadikan bahan acuan untuk pengamatan guna menyusun
penulisan makalah ini adalah pada sinetron “Ustad Fotocopy” yang ditayangkan di
stasiun TV SCTV pada pukul 20.30 WIB setiap harinya (jika tidak terjadi
perubahan).
Penulisan makalah ini kami susun
bukan tanpa tujuan. Tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah sebagai
wujud tanggung jawab akademis kami selaku mahasiswa kepada masyarakat selaku
konsumen sinetron “Ustad Fotocopy” di SCTV bahwa dalam penayangan sinetron
tersebut ada beberapa efek negatif yang ditimbulkan. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk memaparkan dampak negatif penayangan sinetron “Ustad
Fotocopy” tersebut berdasarkan disiplin Ilmu Komunikasi yang telah kami
pelajari sebelumnya.
Metode yang
kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan pengamatan langsung
terhadap sinetron “Ustad Fotocopy” selama kurang lebih lima episode, mulai
tanggal 26 November 2012 hingga tanggal 30 November 2012. Selain metode
tersebut, kami juga menggunakan metode studi pustaka dan metode browsing guna menambah data dan
informasi yang kami perlukan.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun agar di masa yang akan datang kualitas isi
pesan makalah ini dapat lebih ditingkatkan.
Dibawah ini kami cantumkan cuplikan
cerita singkat tayangan sinetron Ustad Fotokopi.
“USTAD
Fotocopy adalah sinetron yang mengisahkan seorang pemuda bernama Safi'i.
Setelah beberapa tahun menghilang dari kampung halamannya, Safi'i muncul
kembali dan mendadak dipanggil ustaz. Bukan tanpa alasan, kehadiran Safi'i
dianggap fenomenal lantaran doa yang diucapkannya begitu mustajab. Namun
tidak ada yang mengetahui kalau Safi'i sebenarnya adalah buronan polisi.
Safi'i
yang mempunyai nama asli Mat Angin secara tiba-tiba fasih berbicara tentang
agama. Rupanya pria itu nyasar masuk pesantren sehingga
di sanalah dia belajar ilmu agama. Di kampung, Safi'i tinggal bersama
ibundanya yang bernama Juleha. Berkat doa mustajabnya itu Safi"i banyak
didatangi orang untuk meminta pertolongan dan nasihat.
Pucuk
dicinta ulam tiba, Safi'i memanfaatkan kepercayaan orang-orang kampung dengan
menyimpan uang hasil konsultasi untuk satu tujuan. Jika suatu saat Safi'i
benar-benar telah bertobat, dia sudah mempunyai bekal untuk mencari Tuhan.
Kehadiran
Safi'i ternyata di satu sisi dianggap sebagai rival oleh seorang ustaz
yang bernama Ustaz Makmur. Karena itulah Ustaz Makmur yang kesal mencoba
mempengaruhi warga kampung untuk tidak mengakui Safi'i sebagai ustaz.
Tidak tanggung-tanggung, Ustaz Makmur menjuluki Safi'i sebagai Ustaz
Fotocopy.
Di
bagian lain, Safi'i panik ketika polisi yang tengah mencari dirinya menyebar
foto Mat Angin ketika masihbrewokan, berkumis tebal,
serta bercambang. Keruan saja Safi'i gelisah terlebih selama ini dia
sangatparno mendengar kata polisi. Safi'i pun mulai mencari lokasi
tempat dia menanam peti berisi emas hasil curian dulu.
Suatu
hari seorang pria kaya bernama Prabu Subroto meminta doa Safi'i. Ternyata Prabu
Subroto juga sekaligus melacak keberadaan peti berisi emas batangan
miliknya yang dulu dicuri kawanan pencuri profesional. Safi'i terkejut begitu
mengetahui kalau kliennya itu tidak lain adalah pemilik peti berisi emas.
Prabu Subroto adalah seorang koruptor yang bebas dari jerat hukum karena tidak
terbukti menggelapkan uang negara.
Keterkejutan
Safi'i tidak berhenti sampai di situ. Pria itu kaget setelah menyadari kalau di
atas tanah tempat dia dulu menanam peti itu kini sudah berdiri sebuah pesantren.
Berkat kecerdikannya, Safi'i masuk ke pesantren dengan menyamar sebagai ustaz
yang berasal dari pesantren di Jawa Timur. Safi'i berpura-pura hendak
bersilahturahmi. Tentu saja Kyai Basofi, pemilik pesantren, menerima dengan
senang hati. Di pesantren Safi'i terpana ketika melihat seorang santriwati yang
begitu cantik bernama Zulaikha, anak semata wayang Kyai Basofi.”
PSIKOLOGI PESAN SINETRON USTAD FOTOKOPI
Laswell (1948) menyebutkan komunikasi sebagai who says what in what chanenel to whom with what effect. Who says
di ulas pada psikologi komunikator, dan what kita uraikan pada bagian ini.
Berbicara soal psikologi pesan, kita tidak akan jauh-jauh dengan kekuatan
bahasa, kekuatan kata-kata, atau istilah asingnya the power of words. Orang berbicara menggunakan bahasa, dan bahasa
pada gilirannya adalah pesan dalam bentuk kata-kata & kalimat; untuk
selanjutnya kita menyebutkannya pesan linguistic.
·
Pesan
Linguistik
Linguistik atau bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan. Bahasa menjadi alat yang ampuh untuk bersosialisasi
dengan orang lain, mengubah pemikiran orang lain dan bahkan memperalat orang
lain. Arti kata dalam komunikasi pergaulan sosial ditentukan oleh hasil dari
tawar-menawar yang tanpa henti. Dan di situlah terdapat peristiwa lucu, tragis
dan sebagaianya. Bahasa melebur di tempat kita bekerja, berkantor, kuliah,
bermain, bedebat, berkelahi dan dimanapun kita berada memerlukan perantara
bahasa.
Kami ambil contoh pada sinetron Ustad Fotocopy melalui
kata-kata sombong yang dilontarkan oleh Haji Jamal kepada Ustad Makmur(Ustad
gadungan) dia berkata “ane udah haji tiga kali, jadi tiap ente panggil harus
nyebutin gelar ane tiga kali baru nama ane”. Terlintas sangat mengerikannya
efek pesan ini apabila dipahami oleh seorang anak yang notabenenya masih polos,
ia mungkin saja mengira bahwa haji tersebut hanya gelar, soal tingkah lakunya
dan perkataannya sama saja dengan orang pada umumnya. Padahal tidak semua haji
sama, sama halnya anda memandang orang di dunia ini tidak ada yang sama meski
kembar identik sekalipun. Selain contoh tersebut, kami menitik beratkan pada
penggunaan bahasanya, dimana seorang haji dan ustad berbincang-bincang namun
menggunakan bahasa dan penyusunan yang kurang tepat dan kurang sopan. Ini amat
memprihatinkan apabila orang tua tidak membimbing anaknya dikala menyaksikan
tayangan tv.
·
Pesan
Nonverbal
Kita telah banyak membahas antara verbal &
nonverbal di diskusi maupun di dalam perkuliahan. Dimana nonverbal adalah pesan
yang tidak menggunakan bahasa, tulisan, telefon, maupun alat yang kita mudah
menerjemahkannya. Nonverbal lebih kepada sandi-sandi tertentu yang bisa saja
menggunakan garak-gerik tubuh, bahasa isyarat maupun sejenisnya yang untuk
memahaminya tidak semudah verbal. Kemampuan manusia menciptakan symbol adalah
bukti bahwa manusia memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai
dari symbol yang sederhana sampai
Kami cuplikan
lagi dari sinetron ustad fotocopy, si Safi’i tokoh utama di sinetron tersebut
ber adegan berlari di depan haji Jamal kemudian melepas kopiah yang dikenakan
haji tersebut lantas pergi begitu saja. Disini dilihat aksi tersebut bila
diterjemahkan merupakan kekesalan atau rasa tidak suka ustad Safi’I kepada Haji
Jamal. Kembali lagi pada aspek negatf yang ditimbulkan, seorang ustad dimana
disana sebagai tokoh utama tetapi malah melakukan tindakan yang tidak baik.
Kemudian kami temukan lagi semiotika yang terdapat
dari sinetron tersebut, yang menurut kami tidak sesuai adanya. Biasanya dalam
sebuah pesantren, antara laki-laki dan perempuanitu jaraknya berjauhan dan
tidak saling bisa memandang bahkan bercengkrama.Dan di dalam sinetron tersebut
jelas terdapat adeganyang tidak sesuai
dengan tatakrama yang biasanya terdapat di dalam pesantren, yaitu saat Jaya
(santriwan) buta, dipapah oleh tiga orang santriwati sekaligus. Tidak
seharusnya hal tersebut bisa terjadi, apakah disana tidak ada sama sekali
laki-laki? Lalu mengapa si perempuan tersebut tidak memanggil bantuan kepada
orang sekitar? Hal ini bisa menjadikan kasalah tafsiran orang awam, menimbulkan
stigma negative bagi masyarakat umumnya bahwa santri dicitrakan seperti yang
ada di Sinetron.
SISTEM
PENYUSUNAN PESAN PADA SINETRON “USTAD FOTOCOPY”
Sinetron “Ustad Fotocopy” adalah
salah satu sinetron yang ditayangkan di stasiun TV SCTV pada pukul 20.30 WIB
setiap harinya (kecuali jika ada perubahan). Sinteron ini bercerita mengenai
seorang laki-laki bernama Safi’i yang nama asli sebenarnya adalah Mat Angin.
Sebelum dipangil sebagai ustad, dia adalah seorang buronan polisi yang kemudian
dia nyasar masuk ke sebuah pesantren
lalu menjadi bagian dari santri yang kemudian pada akhirnya segala doa yang dia
ucapkan menjadi terkabul.
Dalam penayangannya, sinetron ini
pun memiliki sebuah sistem penyusunan pesan
yang akan kita uraikan di bawah ini. Sistem penyusunan pesan yang akan
digunakan mengacu berdasarkan pendapat Alan H. Monroe pada akhir tahun 1930-an
yang kemudian dikenal dengan langkah motivated
sequence.

Motivated
Sequence oleh Alan H. Monroe
Pada tahap pertama, dikatakan bahwa attention menjadi awal mula penyusunan pesan. Mengapa? Karena
pemirsa penonton sineron “Ustad Fotocopy” akan senantiasa mau untuk menonton
sinetron tersebut jika ada suatu daya tarik yang menimbulkan perhatian oleh
sinetron tersebut. Penonton dapat dibuat tertarik dan kemudian memperhatikan
sineron tersebut karena sebelumnya mereka melihat iklan yang menampilkan
sebagian kecil dari sinetron tersebut atau yang lebih kita kenal dengan
cuplikan sinetron. Dengan menampilkan cuplikan yang menampilkan adegan yang
menarik perhatian, maka penonton akan merasa “penasaran” dan timbul perasaan
ingin untuk menonton.
Tahap kedua adalah need
atau kebutuhan. Kebutuhan ini sebetulnya muncul seiring dengan berlangsungnya
proses perhatian (attention).
Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu. Rasa
ingin tahu adalah salah satu kebutuhan manusia. Kebutuhan rasa ingin tahu yang
diciptakan oleh stasiun TV SCTV juga
melalui iklan cuplikan sinetron tersebut. Jadi, adanya proses attention dan need disini adalah saling terkait satu sama lain. Timbulnya
perhatian akan menjadikan perasaan rasa ingin tahu, dan rasa ingin tahu disini
menjadi sebuah kebutuhan.
Ketiga adalah tahap satisfaction.
Satisfaction atau pemuasan merupakan
petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut. Pada kasus ini, cara
memenuhi kebutuhan ingin tahu tersebut ditunjukkan dengan menampilkan jam
penayangan dan di stasiun TV mana ia akan disiarkan. Diakhir iklan cuplikan
sinetron “Ustad Fotocopy” ia selalu menampilkan jam tayang kapan ia akan
disiarkan, yakni pada pukul 20.30 WIB pada stasiun TV SCTV. Dengan petunjuk
tersebut, penonton akan tahu bagaimana cara ia harus memuaskan kebutuhan “ingin
tahu”-nya tersebut dengan melihat petunjuk yang telah diberikan oleh stasiun TV
tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap visualization. Pada tahap ini, penayangan sinetron secara
keseluruhan telah ditampilkan. Selama visualisasi ini, pemirsa telah memasuki
tahap dimana mereka sedang memenuhi hasrat ingin tahunya. Di tingkatan ini
sedang terjadi transfer pesan sinetron kepada pemirsa melalui tayangan yang
mereka lihat. Apa yang menarik perhatian, terciptanya rasa ignin tahu, dan
petunjuk pemuasan rasa ingin tahu para pemirsa telah disatukan dalam tahap ini.
Pada intinya, tahap ingi adalah klimaks dari segala tahap yang sebelumnya.
Dan terakhir adalah tahap action. Tahap kelima dari Motivated
Sequence ini juga menjadi tahap antiklimaks dari tahap-tahap yang lain.
Alasannya adalah karena pada tahap ini, efek yang ditimbulkan oleh sinetron
yang ditujukan oleh pemirsa terjadi. Beberapa dari penonton akan bersikap
positif terhadap sinetron yang telah ia tonton. Bisa pula berefek negatif,
tettapi tidak banyak pula yang tidak bersikap apapun terhadap sinetron “Ustad
Fotocopy” yang telah ia tonton. Efek yang terjadi pada pemirsa memiliki banyak
keragaman, tergantung pada individu dan spesifikasi mereka masing-masing.
Efek-efek yang ditimbulkan oleh sinetron “Ustad Fotocopy” akan lebih rinci
dijelaskan dan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
EFEK KOMUNIKASI MASSA
Drama sinetron “Ustad Fotocopy” yang
dihadirkan di sctv memiliki banyak efek komunikasi massa. Yang pertama kita akan melihat dengan efek kehadiran media massa secara fisik
: Steven H. Chaffe menyebut lima hal efek dari komunikasi massa : 1) Efek
ekonomi, 2) Efek sosial, 3) Efek pada penjadwalan kegiatan, 4) Efek pada
penyaluran / penghilangan perasaan tertentu, dan 5) efek pada perasaan orang
terhadap media.
Kita akan menekankan pada efek yang
ketiga yaitu efek pada penjadwalan kegiatan. Kita tahu jelas bahwa hadirnya
televisi dalam masyarakat banyak mengubah keadaan masyarakat, apalagi dalam
kegiatan sehari-harinya. Kehadiran televisi telah banyak mengurangi waktu
bermain, belajar, dan bahkan waktu tidur masyarakat.
Drama sinetron “Ustad Fotocopy”
ditayangkan setiap hari pukul 20.30 WIB. Dilihat dari segi waktu penayangan
jelas sekali sinetron ini sangat mempengaruhi khalayak. Kita tahu bahwa di
jam-jam berikut adalah waktu istirahat bagi para pekerja dan belajar untuk para
pelajar. Dengan tayangnya sinetron ini akan sangat menganggu kegiatan istirahat
dan belajar. Khalayak yang menyukai
sinetron ini akan mengurangi jam belajarnya atau bahkan mengabaikan belajar
demi menonton televisi. Seperti gejala yang telah disebut Joyce Cramond (1976)
sebagai diplacements effect ( efek
alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena
masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan dihentikan
sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi. Dengan tayangnya
sinetron ini, waktu belajar yang sesunggunya terabaikan, sesungguhnya mereka
dirugikan karena waktu belajar mereka tergantikan dengan sinetron tersebut.
Begitu dengan kegiatan lainnya, waktu yang bisa digunakan untuk beristirahat,
berkumpul dengan keluarga menjadi tergantikan karena mereka akan lebih memilih
sinetron tersebut.
Selain hal tersebut media massa juga
menghadirkan efek objek fisik yaitu hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya
perasaan tertentu terhadap media massa. Contohnya saja, ibu-ibu adalah khalayak
mayoritas dari penyuka sinetron. Mereka menonton sinetron karena mereka lelah
dengan kehidupannya, “they escape from reality”. Mereka mencoba menghibur
dirinya dengan menikmati sinetron. Kita dapat menyikapi hal ini dengan “uses
and gratification theory”. Teori ini
mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media
untuk pemuas kebutuhannya. Jika kita amati, terkadang mereka
tidak dapat membedakan antara realitas subjektif dan objektif. Mereka sering
membawa nilai-nilai yang terkandung dalam sinetron tersebut kedalam kehidupan
nyata. Mereka tidak lagi mempedulikan bahwa sesunggunnnya sinetron tersebut
hanyalah fiktif belaka.
Efek yang kedua yaitu efek Kognitif.
Menurut Wilbur Schramm (1977) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu
yang mengurangi ketidakpastian. Sedanngkan sekarang ini informasi yang
disampaikan oleh media bukan lagi informasi yang tak berstruktur. Artinya bahwa
informasi yang disampaikan media sudah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
realitas tangan-kedua.
Kemudian jika dilihat dari efek
kognitifnya kehadiran ustad fotokopi yang mengahdirkan cerita islam yang
dikemas dalam bentuk komedi dapat mempengaruhi citra bahwa dalam hal ini
seorang ustad yang sebagai pemuka agama adalah figur celengean. Seperti contohnya yaitu peran ustad Makmur yang mengaku
seorang ustad dan orang yang taat beragama tetapi kelakuannya pada sinetron
tersebut sangat menyimpang dari ajaran agama dan layaknya seorang ustad. Seperti
yang dikatakan Roberts (1997), informasi yang kita peroleh telah menstruktur
atau mengorganisasi realitas. Realitas sekarang itu tampak seperti gambaran
yang sangat bermakna. Realitas tersebut adalah yang disebut citra dalam
khalayak.
Hadirnya sinetron Ustad Fotokopi
juga sebagai salah satu cara media merubah citra dan pikiran khalayak dengan
pesan-pesan yang disampaikan melalui sinetron tersebut. Ustad Fotokopi dengan
konsep religi komedi membuat khalayak menganggap bahwa realita itu lah yang
memang terjadi dalam masyarakat. Sinetron Ustad Fotokopi hadir dengan
memberikan citra baru tseorang ustad dan realita agama Islam. Dalam sinetron
tersebut ustad Fotokopi mencitrakan bahwa ada seseorang yang mengaku ustad
tetapi dengan kelakuannya yang seperti preman. Selain itu ada juga tokoh “Haji
Jamal” seorang yang mengaku telah haji tiga kali tetapi seperti tidak tau
bagaimana ajaran Islam yang benar. Saat haji Jamal melakukan sesuatu hal yang
menyimpang dari Agama atau perbuatan yang tercela justru dia mengatas namakan
Agama sebagai sumber kekuatannya. Hal-hal yang demikian dapat mempengaruhi
citra khalayak tentang pencitraan seorang Ustad yang seorang pemuka Agama dan
menjadi panutan tetapi justru berperilaku yang menyimpang dari ajaran Agama.
Jika kita mengkaji dari efek agenda
setting, sinteron Ustad Fotokopi dapat mempengaruhi khalayaknya dan menjadikan
tayangan Ustad Fotokopi itu penting untuk ditonton. Hal ini dipengaruhi karena
waktu penayangan di jam-jam istirahat selain itu sinetron ini ditayangkan setiap
hari.
Efek yang ketiga yaitu efek Afektif.
Efek afektif yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apayang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini
kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang
sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya,
khalayak diharapkan dapat merasakannya.
Media televisi punya dampak yang
besar pada afeksi khalayaknya. Lewat televisi khalayak merasa terlibat secara
emosional dengan tokoh yang ditampilkan. Kita dapat melihat dari tayangan
sinetron “ustad fotocopy”. contohnya
saja adegan saat Ika dijebak oleh jaya saat kejadian kebakaran. Saat itu ika
dan jaya dalam sebuah kamar bersama, lalu jaya menuangkan bensin ke tempat
tidur dan membakarnya, kemudian jaya tanpa rasa bersalah sedikitpun menuduh
bahwa ika adalah pelakunya. Efek yang akan terjadi pada khalayak disini,
khalayak pasti akan merasa geram, mereka menjadi marah dengan sosok jaya
sebagai pemfitnah tersebut.
Berikut ini
faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
a
Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah
informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat
mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan.
Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita
menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.
b
Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang
ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa
dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering
muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas
ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
c
Situasi terpaan
(setting of exposure)
Kita
akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror
lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt,
dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap.
Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita
pada waktu memberikan respons.
d
Faktor predisposisi
individual
Faktor ini menunjukkan sejauh mana
orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan
identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam
posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan tokoh. Karena itu, ketika tokoh
identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa, ketika
identifikan berhasil, ia gembira.
Efek yang
terkahir dari komunikasi massa yaitu efek Behaviorism.
PENUTUP
a
Kesimpulan
Setelah kami
mengatai secara langsung sinetron Ustad Fotokopi, menurut kamu sinetron
tersebut kurang baik untuk ditayangkan. Melihat banyaknya efek negatif yang
ditimbulkan dari adanya sinetron tersebut. Salah satunya yaitu adanya perubahan
pola pencitraan terhadap realitas sungguhan menjadi realitas bentukan media.
Selain itu masih banyak lagi dampak negatif adanya tayangan sinetron tersebut.
b
Saran
Mengingat media
sangat berperan sekali dalam menentukan atau membentuk persepsi serta realitas
yang ada di khalayak, seharusnya media lebih dapat menentukan dan memfilter
acara-acara yang memang benar-benar memberikan dampak positif pada kahalayak.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
0 komentar:
Posting Komentar