Kamis, 04 April 2013


PENDAHULUAN
            Berawal dari membanjirnya sinetron-sinetron yang muncul di berbagai stasiun TV swasta di Indonesia yang memiliki beragam jalan cerita dan informasi, menjadikan kami berasumsi bahwa setiap sinetron tersebut akan memiliki dampak kepada khalayak pengonsumsi sinetron tersebut. Sebagai bentuk tanggung jawab akademis kami selaku mahasiswa kepada masyarakat, kami mencoba untuk meneliti apa saja efek yang ditimbulkan oleh sinetron yang mereka konsumsi setiap harinya. Salah satu dari sekian banyak sinetron yang kami jadikan bahan acuan untuk pengamatan guna menyusun penulisan makalah ini adalah pada sinetron “Ustad Fotocopy” yang ditayangkan di stasiun TV SCTV pada pukul 20.30 WIB setiap harinya (jika tidak terjadi perubahan).
            Penulisan makalah ini kami susun bukan tanpa tujuan. Tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah sebagai wujud tanggung jawab akademis kami selaku mahasiswa kepada masyarakat selaku konsumen sinetron “Ustad Fotocopy” di SCTV bahwa dalam penayangan sinetron tersebut ada beberapa efek negatif yang ditimbulkan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memaparkan dampak negatif penayangan sinetron “Ustad Fotocopy” tersebut berdasarkan disiplin Ilmu Komunikasi yang telah kami pelajari sebelumnya.
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan pengamatan langsung terhadap sinetron “Ustad Fotocopy” selama kurang lebih lima episode, mulai tanggal 26 November 2012 hingga tanggal 30 November 2012. Selain metode tersebut, kami juga menggunakan metode studi pustaka dan metode browsing guna menambah data dan informasi yang kami perlukan.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar di masa yang akan datang kualitas isi pesan makalah ini dapat lebih ditingkatkan.
            Dibawah ini kami cantumkan cuplikan cerita singkat tayangan sinetron Ustad Fotokopi.
                        “USTAD Fotocopy adalah sinetron yang mengisahkan seorang pemuda bernama Safi'i. Setelah beberapa tahun menghilang dari kampung halamannya, Safi'i muncul kembali dan mendadak dipanggil ustaz. Bukan tanpa alasan, kehadiran Safi'i dianggap fenomenal lantaran doa yang diucapkannya begitu mustajab. Namun tidak ada yang mengetahui kalau Safi'i sebenarnya adalah buronan polisi.
                        Safi'i yang mempunyai nama asli Mat Angin secara tiba-tiba fasih berbicara tentang agama. Rupanya pria itu nyasar masuk pesantren sehingga di sanalah dia belajar ilmu agama. Di kampung, Safi'i tinggal bersama ibundanya yang bernama Juleha. Berkat doa mustajabnya itu Safi"i banyak didatangi orang untuk meminta pertolongan dan nasihat.
                        Pucuk dicinta ulam tiba, Safi'i memanfaatkan kepercayaan orang-orang kampung dengan menyimpan uang hasil konsultasi untuk satu tujuan. Jika suatu saat Safi'i benar-benar telah bertobat, dia sudah mempunyai bekal untuk mencari Tuhan.
            Kehadiran Safi'i ternyata di satu sisi dianggap sebagai rival oleh seorang ustaz yang bernama Ustaz Makmur. Karena itulah Ustaz Makmur yang kesal mencoba mempengaruhi warga kampung untuk tidak mengakui Safi'i sebagai ustaz. Tidak tanggung-tanggung, Ustaz Makmur menjuluki Safi'i sebagai Ustaz Fotocopy. 
                        Di bagian lain, Safi'i panik ketika polisi yang tengah mencari dirinya menyebar foto Mat Angin ketika masihbrewokan, berkumis tebal, serta bercambang. Keruan saja Safi'i gelisah terlebih selama ini dia sangatparno mendengar kata polisi. Safi'i pun mulai mencari lokasi tempat dia menanam peti berisi emas hasil curian dulu.
                        Suatu hari seorang pria kaya bernama Prabu Subroto meminta doa Safi'i. Ternyata Prabu Subroto juga sekaligus melacak keberadaan peti berisi emas batangan miliknya yang dulu dicuri kawanan pencuri profesional. Safi'i terkejut begitu mengetahui kalau kliennya itu tidak lain adalah pemilik peti berisi emas. Prabu Subroto adalah seorang koruptor yang bebas dari jerat hukum karena tidak terbukti menggelapkan uang negara.
                        Keterkejutan Safi'i tidak berhenti sampai di situ. Pria itu kaget setelah menyadari kalau di atas tanah tempat dia dulu menanam peti itu kini sudah berdiri sebuah pesantren. Berkat kecerdikannya, Safi'i masuk ke pesantren dengan menyamar sebagai ustaz yang berasal dari pesantren di Jawa Timur. Safi'i berpura-pura hendak bersilahturahmi. Tentu saja Kyai Basofi, pemilik pesantren, menerima dengan senang hati. Di pesantren Safi'i terpana ketika melihat seorang santriwati yang begitu cantik bernama Zulaikha, anak semata wayang Kyai Basofi.”

PSIKOLOGI PESAN SINETRON USTAD FOTOKOPI
Laswell (1948) menyebutkan komunikasi sebagai who says what in what chanenel to whom with what effect. Who says di ulas pada psikologi komunikator, dan what kita uraikan pada bagian ini. Berbicara soal psikologi pesan, kita tidak akan jauh-jauh dengan kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, atau istilah asingnya the power of words. Orang berbicara menggunakan bahasa, dan bahasa pada gilirannya adalah pesan dalam bentuk kata-kata & kalimat; untuk selanjutnya kita menyebutkannya pesan linguistic.
·      Pesan Linguistik
            Linguistik atau bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Bahasa menjadi alat yang ampuh untuk bersosialisasi dengan orang lain, mengubah pemikiran orang lain dan bahkan memperalat orang lain. Arti kata dalam komunikasi pergaulan sosial ditentukan oleh hasil dari tawar-menawar yang tanpa henti. Dan di situlah terdapat peristiwa lucu, tragis dan sebagaianya. Bahasa melebur di tempat kita bekerja, berkantor, kuliah, bermain, bedebat, berkelahi dan dimanapun kita berada memerlukan perantara bahasa.
Kami ambil contoh pada sinetron Ustad Fotocopy melalui kata-kata sombong yang dilontarkan oleh Haji Jamal kepada Ustad Makmur(Ustad gadungan) dia berkata “ane udah haji tiga kali, jadi tiap ente panggil harus nyebutin gelar ane tiga kali baru nama ane”. Terlintas sangat mengerikannya efek pesan ini apabila dipahami oleh seorang anak yang notabenenya masih polos, ia mungkin saja mengira bahwa haji tersebut hanya gelar, soal tingkah lakunya dan perkataannya sama saja dengan orang pada umumnya. Padahal tidak semua haji sama, sama halnya anda memandang orang di dunia ini tidak ada yang sama meski kembar identik sekalipun. Selain contoh tersebut, kami menitik beratkan pada penggunaan bahasanya, dimana seorang haji dan ustad berbincang-bincang namun menggunakan bahasa dan penyusunan yang kurang tepat dan kurang sopan. Ini amat memprihatinkan apabila orang tua tidak membimbing anaknya dikala menyaksikan tayangan tv.
·      Pesan Nonverbal
Kita telah banyak membahas antara verbal & nonverbal di diskusi maupun di dalam perkuliahan. Dimana nonverbal adalah pesan yang tidak menggunakan bahasa, tulisan, telefon, maupun alat yang kita mudah menerjemahkannya. Nonverbal lebih kepada sandi-sandi tertentu yang bisa saja menggunakan garak-gerik tubuh, bahasa isyarat maupun sejenisnya yang untuk memahaminya tidak semudah verbal. Kemampuan manusia menciptakan symbol adalah bukti bahwa manusia memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari symbol yang sederhana sampai
 Kami cuplikan lagi dari sinetron ustad fotocopy, si Safi’i tokoh utama di sinetron tersebut ber adegan berlari di depan haji Jamal kemudian melepas kopiah yang dikenakan haji tersebut lantas pergi begitu saja. Disini dilihat aksi tersebut bila diterjemahkan merupakan kekesalan atau rasa tidak suka ustad Safi’I kepada Haji Jamal. Kembali lagi pada aspek negatf yang ditimbulkan, seorang ustad dimana disana sebagai tokoh utama tetapi malah melakukan tindakan yang tidak baik.
Kemudian kami temukan lagi semiotika yang terdapat dari sinetron tersebut, yang menurut kami tidak sesuai adanya. Biasanya dalam sebuah pesantren, antara laki-laki dan perempuanitu jaraknya berjauhan dan tidak saling bisa memandang bahkan bercengkrama.Dan di dalam sinetron tersebut jelas  terdapat adeganyang tidak sesuai dengan tatakrama yang biasanya terdapat di dalam pesantren, yaitu saat Jaya (santriwan) buta, dipapah oleh tiga orang santriwati sekaligus. Tidak seharusnya hal tersebut bisa terjadi, apakah disana tidak ada sama sekali laki-laki? Lalu mengapa si perempuan tersebut tidak memanggil bantuan kepada orang sekitar? Hal ini bisa menjadikan kasalah tafsiran orang awam, menimbulkan stigma negative bagi masyarakat umumnya bahwa santri dicitrakan seperti yang ada di Sinetron.


SISTEM PENYUSUNAN PESAN PADA SINETRON “USTAD FOTOCOPY”
            Sinetron “Ustad Fotocopy” adalah salah satu sinetron yang ditayangkan di stasiun TV SCTV pada pukul 20.30 WIB setiap harinya (kecuali jika ada perubahan). Sinteron ini bercerita mengenai seorang laki-laki bernama Safi’i yang nama asli sebenarnya adalah Mat Angin. Sebelum dipangil sebagai ustad, dia adalah seorang buronan polisi yang kemudian dia nyasar masuk ke sebuah pesantren lalu menjadi bagian dari santri yang kemudian pada akhirnya segala doa yang dia ucapkan menjadi terkabul.
            Dalam penayangannya, sinetron ini pun memiliki sebuah sistem penyusunan pesan  yang akan kita uraikan di bawah ini. Sistem penyusunan pesan yang akan digunakan mengacu berdasarkan pendapat Alan H. Monroe pada akhir tahun 1930-an yang kemudian dikenal dengan langkah motivated sequence.
Motivated Sequence oleh Alan H. Monroe

Pada tahap pertama, dikatakan bahwa attention menjadi awal mula penyusunan pesan. Mengapa? Karena pemirsa penonton sineron “Ustad Fotocopy” akan senantiasa mau untuk menonton sinetron tersebut jika ada suatu daya tarik yang menimbulkan perhatian oleh sinetron tersebut. Penonton dapat dibuat tertarik dan kemudian memperhatikan sineron tersebut karena sebelumnya mereka melihat iklan yang menampilkan sebagian kecil dari sinetron tersebut atau yang lebih kita kenal dengan cuplikan sinetron. Dengan menampilkan cuplikan yang menampilkan adegan yang menarik perhatian, maka penonton akan merasa “penasaran” dan timbul perasaan ingin untuk menonton.
Tahap kedua adalah need atau kebutuhan. Kebutuhan ini sebetulnya muncul seiring dengan berlangsungnya proses perhatian (attention). Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu adalah salah satu kebutuhan manusia. Kebutuhan rasa ingin tahu yang diciptakan oleh stasiun TV SCTV  juga melalui iklan cuplikan sinetron tersebut. Jadi, adanya proses attention dan need disini adalah saling terkait satu sama lain. Timbulnya perhatian akan menjadikan perasaan rasa ingin tahu, dan rasa ingin tahu disini menjadi sebuah kebutuhan.
Ketiga adalah tahap satisfaction. Satisfaction atau pemuasan merupakan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut. Pada kasus ini, cara memenuhi kebutuhan ingin tahu tersebut ditunjukkan dengan menampilkan jam penayangan dan di stasiun TV mana ia akan disiarkan. Diakhir iklan cuplikan sinetron “Ustad Fotocopy” ia selalu menampilkan jam tayang kapan ia akan disiarkan, yakni pada pukul 20.30 WIB pada stasiun TV SCTV. Dengan petunjuk tersebut, penonton akan tahu bagaimana cara ia harus memuaskan kebutuhan “ingin tahu”-nya tersebut dengan melihat petunjuk yang telah diberikan oleh stasiun TV tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap visualization. Pada tahap ini, penayangan sinetron secara keseluruhan telah ditampilkan. Selama visualisasi ini, pemirsa telah memasuki tahap dimana mereka sedang memenuhi hasrat ingin tahunya. Di tingkatan ini sedang terjadi transfer pesan sinetron kepada pemirsa melalui tayangan yang mereka lihat. Apa yang menarik perhatian, terciptanya rasa ignin tahu, dan petunjuk pemuasan rasa ingin tahu para pemirsa telah disatukan dalam tahap ini. Pada intinya, tahap ingi adalah klimaks dari segala tahap yang sebelumnya.
Dan terakhir adalah tahap action. Tahap kelima dari Motivated Sequence ini juga menjadi tahap antiklimaks dari tahap-tahap yang lain. Alasannya adalah karena pada tahap ini, efek yang ditimbulkan oleh sinetron yang ditujukan oleh pemirsa terjadi. Beberapa dari penonton akan bersikap positif terhadap sinetron yang telah ia tonton. Bisa pula berefek negatif, tettapi tidak banyak pula yang tidak bersikap apapun terhadap sinetron “Ustad Fotocopy” yang telah ia tonton. Efek yang terjadi pada pemirsa memiliki banyak keragaman, tergantung pada individu dan spesifikasi mereka masing-masing. Efek-efek yang ditimbulkan oleh sinetron “Ustad Fotocopy” akan lebih rinci dijelaskan dan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.

EFEK KOMUNIKASI MASSA
            Drama sinetron “Ustad Fotocopy” yang dihadirkan di sctv memiliki banyak efek komunikasi massa. Yang pertama kita akan melihat dengan efek kehadiran media massa secara fisik : Steven H. Chaffe menyebut lima hal efek dari komunikasi massa : 1) Efek ekonomi, 2) Efek sosial, 3) Efek pada penjadwalan kegiatan, 4) Efek pada penyaluran / penghilangan perasaan tertentu, dan 5) efek pada perasaan orang terhadap media.
            Kita akan menekankan pada efek yang ketiga yaitu efek pada penjadwalan kegiatan. Kita tahu jelas bahwa hadirnya televisi dalam masyarakat banyak mengubah keadaan masyarakat, apalagi dalam kegiatan sehari-harinya. Kehadiran televisi telah banyak mengurangi waktu bermain, belajar, dan bahkan waktu tidur masyarakat.
            Drama sinetron “Ustad Fotocopy” ditayangkan setiap hari pukul 20.30 WIB. Dilihat dari segi waktu penayangan jelas sekali sinetron ini sangat mempengaruhi khalayak. Kita tahu bahwa di jam-jam berikut adalah waktu istirahat bagi para pekerja dan belajar untuk para pelajar. Dengan tayangnya sinetron ini akan sangat menganggu kegiatan istirahat dan belajar.  Khalayak yang menyukai sinetron ini akan mengurangi jam belajarnya atau bahkan mengabaikan belajar demi menonton televisi. Seperti gejala yang telah disebut Joyce Cramond (1976) sebagai diplacements effect ( efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi. Dengan tayangnya sinetron ini, waktu belajar yang sesunggunya terabaikan, sesungguhnya mereka dirugikan karena waktu belajar mereka tergantikan dengan sinetron tersebut. Begitu dengan kegiatan lainnya, waktu yang bisa digunakan untuk beristirahat, berkumpul dengan keluarga menjadi tergantikan karena mereka akan lebih memilih sinetron tersebut.
            Selain hal tersebut media massa juga menghadirkan efek objek fisik yaitu hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Contohnya saja, ibu-ibu adalah khalayak mayoritas dari penyuka sinetron. Mereka menonton sinetron karena mereka lelah dengan kehidupannya, “they escape from reality”. Mereka mencoba menghibur dirinya dengan menikmati sinetron. Kita dapat menyikapi hal ini dengan “uses and gratification theory”. Teori ini mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya. Jika kita amati, terkadang mereka tidak dapat membedakan antara realitas subjektif dan objektif. Mereka sering membawa nilai-nilai yang terkandung dalam sinetron tersebut kedalam kehidupan nyata. Mereka tidak lagi mempedulikan bahwa sesunggunnnya sinetron tersebut hanyalah fiktif belaka.
            Efek yang kedua yaitu efek Kognitif. Menurut Wilbur Schramm (1977) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian. Sedanngkan sekarang ini informasi yang disampaikan oleh media bukan lagi informasi yang tak berstruktur. Artinya bahwa informasi yang disampaikan media sudah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi realitas tangan-kedua.
            Kemudian jika dilihat dari efek kognitifnya kehadiran ustad fotokopi yang mengahdirkan cerita islam yang dikemas dalam bentuk komedi dapat mempengaruhi citra bahwa dalam hal ini seorang ustad yang sebagai pemuka agama adalah figur celengean. Seperti contohnya yaitu peran ustad Makmur yang mengaku seorang ustad dan orang yang taat beragama tetapi kelakuannya pada sinetron tersebut sangat menyimpang dari ajaran agama dan layaknya seorang ustad. Seperti yang dikatakan Roberts (1997), informasi yang kita peroleh telah menstruktur atau mengorganisasi realitas. Realitas sekarang itu tampak seperti gambaran yang sangat bermakna. Realitas tersebut adalah yang disebut citra dalam khalayak.
            Hadirnya sinetron Ustad Fotokopi juga sebagai salah satu cara media merubah citra dan pikiran khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikan melalui sinetron tersebut. Ustad Fotokopi dengan konsep religi komedi membuat khalayak menganggap bahwa realita itu lah yang memang terjadi dalam masyarakat. Sinetron Ustad Fotokopi hadir dengan memberikan citra baru tseorang ustad dan realita agama Islam. Dalam sinetron tersebut ustad Fotokopi mencitrakan bahwa ada seseorang yang mengaku ustad tetapi dengan kelakuannya yang seperti preman. Selain itu ada juga tokoh “Haji Jamal” seorang yang mengaku telah haji tiga kali tetapi seperti tidak tau bagaimana ajaran Islam yang benar. Saat haji Jamal melakukan sesuatu hal yang menyimpang dari Agama atau perbuatan yang tercela justru dia mengatas namakan Agama sebagai sumber kekuatannya. Hal-hal yang demikian dapat mempengaruhi citra khalayak tentang pencitraan seorang Ustad yang seorang pemuka Agama dan menjadi panutan tetapi justru berperilaku yang menyimpang dari ajaran Agama.
            Jika kita mengkaji dari efek agenda setting, sinteron Ustad Fotokopi dapat mempengaruhi khalayaknya dan menjadikan tayangan Ustad Fotokopi itu penting untuk ditonton. Hal ini dipengaruhi karena waktu penayangan di jam-jam istirahat selain itu sinetron ini ditayangkan setiap hari.
            Efek yang ketiga yaitu efek Afektif. Efek afektif  yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apayang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya.
            Media televisi punya dampak yang besar pada afeksi khalayaknya. Lewat televisi khalayak merasa terlibat secara emosional dengan tokoh yang ditampilkan. Kita dapat melihat dari tayangan sinetron “ustad fotocopy”. contohnya saja adegan saat Ika dijebak oleh jaya saat kejadian kebakaran. Saat itu ika dan jaya dalam sebuah kamar bersama, lalu jaya menuangkan bensin ke tempat tidur dan membakarnya, kemudian jaya tanpa rasa bersalah sedikitpun menuduh bahwa ika adalah pelakunya. Efek yang akan terjadi pada khalayak disini, khalayak pasti akan merasa geram, mereka menjadi marah dengan sosok jaya sebagai pemfitnah tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
a         Suasana emosional
            Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.
b        Skema kognitif
            Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
c         Situasi terpaan (setting of exposure)
            Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons.
d        Faktor predisposisi individual
            Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan tokoh. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa, ketika identifikan berhasil, ia gembira.

Efek yang terkahir dari komunikasi massa yaitu efek Behaviorism.



PENUTUP
a         Kesimpulan
Setelah kami mengatai secara langsung sinetron Ustad Fotokopi, menurut kamu sinetron tersebut kurang baik untuk ditayangkan. Melihat banyaknya efek negatif yang ditimbulkan dari adanya sinetron tersebut. Salah satunya yaitu adanya perubahan pola pencitraan terhadap realitas sungguhan menjadi realitas bentukan media. Selain itu masih banyak lagi dampak negatif adanya tayangan sinetron tersebut.

b        Saran
Mengingat media sangat berperan sekali dalam menentukan atau membentuk persepsi serta realitas yang ada di khalayak, seharusnya media lebih dapat menentukan dan memfilter acara-acara yang memang benar-benar memberikan dampak positif pada kahalayak.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
Tambah Yuk
Widget by IB | Template Design

Artikel Terkait:

Widget by:IB | Template Design

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mengenai Saya

Hidup dengan NILAI lebih
Lihat profil lengkapku

Daftar Blog Saya

Pengikut

© 2009 Free Blogger Template powered by Blogger.com | Designed by Amatullah |Template Design